News  

MK Tolak Gugatan PSU Pilkada Banjarbaru, Tuduhan Politik Uang Tak Terbukti

KPU menggelar rapat pleno terbuka rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan perolehan suara Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Senin (21/4) malam. Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima dua permohonan sengketa hasil pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru 2024 yang diajukan oleh Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) dan seorang warga pemilih, Udiansyah.

Dalam sidang pengucapan putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Senin (26/5), Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara Nomor 318/PHPU.WAKO-XXIII/2025 dan 319/PHPU.WAKO-XXIII/2025, menyatakan bahwa kedua permohonan tidak dapat diterima.

“Kedua permohonan tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat formil dan substansi yang meyakinkan Mahkamah,” tegas Suhartoyo.

LPRI, yang diwakili Syarifah Hayana sebagai Ketua LPRI Kalimantan Selatan, serta Udiansyah sebagai pemilih, sama-sama mendalilkan bahwa terdapat pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pelaksanaan PSU.

Mereka menuding pasangan calon tunggal Erna Lisa Halaby dan Wartono memenangi pemilihan lewat praktik “duitokrasi”, intimidasi, dan pelanggaran administratif oleh penyelenggara pemilu.

Namun, Mahkamah menyatakan seluruh dalil tersebut tidak terbukti secara hukum.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menilai bukti-bukti terkait ketidaknetralan KPU, seperti minimnya sosialisasi dan perbedaan data pemilih, tidak memiliki kekuatan pembuktian yang cukup.

“Tidak ada bukti meyakinkan bahwa pemilih keliru mencoblos karena kurangnya sosialisasi atau tidak menerima undangan memilih,” ujar Arief.

Terkait tudingan adanya praktik politik uang, atau “duitokrasi”, Mahkamah menilai para pemohon tidak mampu menyajikan bukti konkret yang menjelaskan secara terperinci bentuk pelanggaran tersebut.

Alat bukti yang diajukan hanya berupa artikel, tangkapan layar media sosial, dan pernyataan dari pihak ketiga yang tidak menyaksikan langsung kejadian.

Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, menegaskan bahwa Bukti-bukti tersebut tidak cukup membuktikan bahwa PSU Banjarbaru benar-benar diwarnai politik uang yang mempengaruhi hasil secara signifikan.

“Video yang diajukan sebagai bukti ketidaknetralan aparatur negara dianggap tidak meyakinkan karena bersumber dari media sosial tanpa kejelasan konteks hukum,” ucapnya.

Sementara soal pencabutan akreditasi LPRI oleh Bawaslu, Mahkamah menilai hal itu bukan bentuk intimidasi, melainkan kewenangan administratif penyelenggara pemilu.

Dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat formil permohonan dan lemahnya substansi dalil, MK memutuskan untuk tidak melanjutkan ke tahap pembuktian lanjutan.

“Tidak terdapat alasan hukum untuk menunda pelaksanaan ketentuan formil dalam sengketa ini. Permohonan dianggap gugur,” pungkas Enny.

Putusan MK ini menegaskan bahwa hasil PSU Pilkada Banjarbaru tetap sah dan tidak tergoyahkan oleh tuduhan-tuduhan yang tidak terbukti secara hukum.

 

10 kali dilihat, 10 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *