Peradilan Militer bagi Pelaku Penembakan Bos Rental, Amnesti: Menyalahi Lima Kaidah Hukum

Sejumlah anggota keluarga korban penembakan di Rest Area KM 45, Tol Tangerang-Merak pada Jumat sore, melakukan aksi tabur bunga di lokasi tempat kejadian perkara (TKP) di Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang, Banten, sebagai mengenang korbannya. Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTAAmnesty International Indonesia menilai pernyataan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) Mayjen TNI Hariyanto terkait pelaku penembak bos rental di rest area KM 45 Tol Merak-Tangerang agar disidangkan di peradilan militer dan bukan di peradilan umum sebagai tindakan yang tidak tepat.

Kamis 9 Januari 2025, Kapuspen TNI beralasan pihaknya tetap mengadili ketiga anggotanya tersebut di peradilan militer, karena statusnya masih aktif sebagai anggota TNI.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai peristiwa tersebut merupakan sebuah pelanggaran hukum pidana umum, bahkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Karena itu, pernyataan pihak TNI dianggap telah menyalahi lima kaidah hukum yang berlaku.

“Status militer aktif yang dijadikan dasar Kapuspen TNI dalam menilai pelaku penembak bos rental harus disidangkan di peradilan militer, dan bukan peradilan umum adalah kurang tepat,” ujar Usman Hamid dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (10/1).

Usman Hamid menerangkan sejumlah alasan mengapa pelaku tindak pidana harus disidang di peradilan umum. Pertama, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.

“Itu artinya, semua warga negara yang terlibat masalah hukum mendapatkan perlakuan yang sama dari aparat penegak hukum,” katanya.

Kedua, Pasal 3 ayat 4 TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri menyebut Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer dan tunduk kepada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.

Ketiga, Pasal 65 ayat 2 UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI berbunyi, “Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang (UU).”

Keempat, Pasal 198 UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer menjelaskan, tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali apabila menurut keputusan Menteri dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Kelima, asas hukum ‘Lex Posterior Derogat Legi Priori’ yang artinya peraturan yang baru bisa mengesampingkan peraturan lama. Dengan kata lain TAP MPR yang terbit pada tahun 2000 dan UU TNI yang terbit pada tahun 2004 mengesampingkan UU Peradilan Militer yang terbit di tahun 1997.

Menurut Usman Hamid, akan lebih jelas jika UU Peradilan Militer direvisi sesuai amanat Pasal Pasal 74 UU TNI yang menyatakan ‘Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 berlaku pada saat undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan.’

Sayangnya, revisi itu tidak terwujud selama 20 puluh tahun. Kata Usman Hamid, ini menunjukkan rendahnya kehendak baik negara untuk menegakkan asas equality before the law atau persamaan warga negara di hadapan hukum.

Oleh sebab itu, ketika pimpinan TNI bersikeras merujuk pada UU Peradilan Militer, hal tersebut bisa saja dilaksanakan, namun sebaiknya tidak mendahului keputusan Menteri Pertahanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman.

“Dalih status militer aktif bagi anggota yang melakukan tindak pidana umum menunjukkan tidak adanya kesetaraan di muka hukum,” terang Usman Hamid.

Hal itu, justru cenderung memperkuat sentimen di masyarakat bahwa ada kekebalan hukum bagi warga negara yang berstatus militer. “Ini tidak adil, terutama bagi keluarga korban dan harus diakhiri,” pungkasnya.

486 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *