Pernyataan Prabowo Subianto, Aktivis: Sinyal Buruk Pengelolaan Sumberdaya Alam

Presiden Prabowo Subianto menghadiri dan memberikan Pengarahan pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di Ruang Rapat Djunaedi Hadisumarto, Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Senin (30/12/2024). Foto: BPMI Setpres

apakabar.co.id, JAKARTAIndonesian Climate Justice Literacy menilai pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang ingin memperluas lahan sawit tanpa takut perusakan hutan sebagai sinyal buruk terhadap pengelolaan sumberdaya alam (SDA) di Indonesia.

Pendiri Indonesian Climate Justice Literacy Firdaus Cahyadi menilai pernyataan tersebut menyesatkan. Tidak hanya itu, pernyataan Presiden Prabowo seakan menegaskan bahwa model pembangunan di bawah komandonya tidak memiliki visi lingkungan hidup yang memadai.

¨Presiden Prabowo Subianto telah membuat pernyataan yang memberikan sinyal buruk bagi pengelolaan sumberdaya alam (SDA) di Indonesia dalam lima tahun kedepan,¨ ujar Firdaus Cahyadi kepada apakabar.co.id, di Jakarta, Jumat (3/1).

Menurut Firdaus Cahyadi, pernyataan orang nomor satu di Indonesia itu, di acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Nasional 2024 dengan mengajak untuk memperluas perkebunan sawit tanpa takut terjadinya kerusakan hutan atau deforestasi sebagai langkah yang keliru.

Bahkan di berbagai pidatonya, kata Firdaus Cahyadi, terlihat bahwa konsep pembangunan yang ditawarkan Prabowo Subianto didasarkan pada kesesatan berpikir dalam melihat persoalan lingkungan hidup dan pembangunan.

“Kesesatan berpikir itu memandang manusia sebagai pusat alam semesta,” ujarnya, “Konsekuensinya, ia memandang alam hanya alat bagi pemuas kepentingan ekonomi manusia,” paparnya.

Celakanya, imbuh Firdaus Cahyadi, kepentingan ekonomi telah mengorbankan kelestarian alam. Tidak hanya itu, sumberdaya alam kerap dimanfaatkan oleh segelintir elite ekonomi-politik di sektor industri ekstraktif, seperti perkebunan dan pertambangan skala besar.

“Sementara mayoritas warga hanya menjadi korban dari model pembangunan yang merusak alam,” tegasnya.

Dampak buruk model pembangunan yang didasarkan pada kesesatan berpikir itu, terang Firdaus Cahyadi, bukan hanya terhadap lingkungan hidup, tapi juga bagi kehidupan sosial lainnya.

“Model pembangunan ekstraktif yang ditawarkan Prabowo Subianto berpotensi meningkatkan konflik agraria dengan masyarakat lokal,” jelasnya,

Ia menambahkan, “Jika model pembangunan ekstraktif Prabowo terus dilanjutkan, akan menyisakan kerusakan alam, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kemiskinan bagi masyarakat lokal.”

Untuk itu, Firdaus Cahyadi mengajak masyarakat untuk bersuara mendesak Presiden Prabowo Subianto berhenti mempromosikan model pembangunan ekstraktif yang merusak alam, melanggar HAM dan memiskinkan masyarakat lokal.

“Publik tidak boleh tinggal diam terhadap model pembangunan ekstraktif yang dipromosikan Prabowo Subianto. Karena jika diam, publik sendiri yang akan menjadi korbannya,” tandasnya.

330 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *