Program Makan Bergizi Gratis Ancam Pendidikan dan Keselamatan Anak - apakabar.co.id
News  

Program Makan Bergizi Gratis Ancam Pendidikan dan Keselamatan Anak

Petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Slipi, Palmerah, Jakarta Barat menyiapkan menu Makan Bergizi Gratis (MBG), Selasa (23/9/2025). Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya menjadi solusi kesehatan bagi anak-anak justru menuai sorotan tajam. Sejak diluncurkan, program ini dinilai sarat konflik kepentingan dan berpotensi menjadi ajang korupsi. Alih-alih menyehatkan, MBG malah menimbulkan masalah serius.

Dalam sepekan terakhir, kasus keracunan akibat MBG melonjak drastis. Berdasarkan catatan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), per 14 September 2025 terdapat 5.360 anak yang menjadi korban keracunan. Hanya dalam satu minggu, jumlah itu naik 1.092 anak, sehingga per 21 September 2025 total korban mencapai 6.452 anak.

Kondisi ini seharusnya mendorong pemerintah untuk menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) dan menghentikan program sementara waktu untuk evaluasi. Namun yang terjadi justru sebaliknya.

Pada 23 September 2025, DPR RI mengesahkan RAPBN 2026 yang menempatkan MBG sebagai salah satu program prioritas dengan anggaran fantastis Rp335 triliun. Ironisnya, Rp223 triliun diambil dari pos pendidikan. Langkah ini memicu kritik keras karena dianggap mengabaikan masalah serius yang sedang terjadi.

Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI, menyebut keputusan DPR bukan sekadar kebijakan yang keliru, tetapi bentuk pengkhianatan terhadap amanat UUD 1945. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya menggerus anggaran pendidikan tetapi juga mengorbankan masa depan pendidikan nasional.

JPPI mengidentifikasi lima dosa besar dalam kebijakan MBG ini. Pertama, mengkhianati amanat UUD 1945. Pasal 31 ayat 4 menegaskan minimal 20% APBN harus dialokasikan untuk pendidikan. Setelah anggaran dipangkas, porsi pendidikan hanya 14%, jauh dari amanat konstitusi.

Kedua, mengabaikan hak anak atas pendidikan. Pemerintah memang menyebut anggaran pendidikan naik menjadi Rp757,8 triliun, tetapi kenaikan itu semu karena sebagian besar terserap untuk MBG. Bahkan, putusan Mahkamah Konstitusi terkait sekolah gratis belum bisa diterapkan karena keterbatasan anggaran.

Ketiga, menggeser kebutuhan dasar pendidikan. JPPI menegaskan bahwa gizi anak memang penting, tetapi tidak boleh mengorbankan infrastruktur sekolah yang rusak, kekurangan sekolah menengah, minimnya fasilitas belajar, dan kesejahteraan guru yang belum memadai.

Keempat, program MBG sarat konflik kepentingan dan berpotensi menjadi ladang korupsi. Dengan anggaran raksasa tanpa pengawasan ketat, program ini berisiko lebih menguntungkan elit politik daripada masyarakat, bahkan membahayakan keselamatan anak-anak.

Kelima, tidak mendengar aspirasi publik. Alih-alih menghentikan sementara dan melakukan evaluasi total, DPR justru melanjutkan program tanpa melibatkan suara masyarakat.

JPPI menuntut agar pemerintah segera menetapkan KLB atas kasus keracunan massal, menghentikan sementara MBG, dan melakukan evaluasi menyeluruh. Selain itu, mereka mendesak realokasi Rp 223 triliun kembali ke sektor pendidikan untuk meningkatkan kualitas guru, memperbaiki infrastruktur sekolah, dan menjamin akses pendidikan gratis. Serta desakan agar melibatkan masyarakat sipil dan pemerhati pendidikan saat merumuskan kebijakan anggaran.

“DPR dan Pemerintah telah mengkhianati UUD 1945. Mereka merampas hak anak Indonesia atas pendidikan dan memporak-porandakan masa depan bangsa demi proyek populis bernama MBG,” pungkas Ubaid.

1,015 kali dilihat, 1,015 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *