News  

Relokasi Warga Kolong Tol Angke ke Rusun Rawa Buaya, Tantangan Biaya dan Warga Non-KTP DKI

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memulai relokasi 14 keluarga dari kolong Tol Angke, Jakarta Barat, ke Rumah Susun (Rusun) Rawa Buaya pada Sabtu, 30 November 2024. Foto: apakabar.co.id/Andrew Tito

apakabar.co.id, JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memulai proses relokasi bagi 14 keluarga yang sebelumnya tinggal di kolong Tol Angke, Jakarta Barat, ke Rumah Susun (Rusun) Rawa Buaya, Sabtu (30/11).

Langkah ini bertujuan memberikan hunian lebih layak bagi warga yang sebelumnya tinggal di bawah fasilitas umum yang tidak memadai.

Proses relokasi dilakukan secara bertahap, dimulai dengan 14 Kepala Keluarga yang harus memenuhi persyaratan administratif.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Barat, Agus Irwanto, mengonfirmasi bahwa proses relokasi berjalan lancar.

“Tidak ada penertiban, hanya pemindahan ke rumah susun di Jakarta Barat. Warga menyambut baik langkah ini,” ujar Agus.

Dukungan Pemerintah bagi Warga KTP Jakarta

Salah satu keuntungan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bagi warga yang sudah memiliki KTP Jakarta adalah penghapusan biaya sewa selama enam bulan pertama.

Selain itu, warga yang direlokasi juga mendapatkan bantuan sembako sebagai bentuk dukungan pemerintah untuk membantu mereka beradaptasi dengan lingkungan baru.

Penjabat (PJ) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi, menjelaskan, “Selama enam bulan kami berikan gratis, tidak ada biaya sama sekali. Kemudian ada bantuan sembako,” ucapnya.

Namun, setelah periode bebas biaya tersebut berakhir, warga diwajibkan untuk membayar biaya sewa sesuai dengan tipe unit yang mereka pilih.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan beberapa warga mengenai beban biaya yang harus mereka tanggung setelah enam bulan.

Salah satunya adalah Desi (26), yang merasa lega atas kebijakan gratis biaya sewa selama enam bulan, tetapi khawatir tentang pengeluaran setelahnya.

“Saya ambil tipe 30, biayanya Rp 300.000 per bulan belum termasuk biaya air dan listrik,” ujarnya.

Kekhawatiran Warga Terkait Biaya Lain

Selain Desi, Acip (72), salah satu warga yang juga direlokasi, mengungkapkan keprihatinannya mengenai biaya yang mungkin akan membengkak, tergantung pada penggunaan air dan listrik.

“Kalau pakai air banyak, bayar lebih besar. Pakai listrik banyak, bayar lebih besar. Enam bulan gratis, tapi setelah itu berat juga,” keluh Acip.

Masalah Relokasi bagi Warga Non-KTP DKI

Salah satu masalah utama yang muncul dalam proses relokasi ini adalah bagi warga yang tidak memiliki KTP DKI Jakarta.

Meskipun mereka telah tinggal di kawasan tersebut, mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan unit di rusun yang disediakan pemerintah.

Salah satunya adalah Yoknio (71), yang memiliki KTP Tangerang dan merasa kebingungan mengenai nasibnya setelah dipindahkan dari kolong tol.

“Saya KTP Tangerang, bingung mau tinggal di mana. Di Tangerang sudah enggak ada keluarga. Barang sudah di-packing, tapi bingung mau dikemanain,” ungkap Yoknio dengan wajah cemas.

Warga non-KTP DKI lainnya juga merasa khawatir dengan ketidakpastian yang mereka hadapi, mengingat mereka tidak bisa memperoleh fasilitas hunian yang sama dengan warga ber-KTP Jakarta.

Meski ada kompensasi berupa uang ganti rugi, banyak dari warga non-KTP DKI yang merasa jumlah tersebut tidak cukup untuk menjamin kehidupan yang stabil di masa depan.

“Saya sebenarnya mau saja tinggal di rusun, tapi syaratnya tidak bisa dipenuhi. Mau ke mana lagi, bingung,” tambah Yoknio.

Janji Pemerintah untuk Menyelesaikan Masalah Warga Non-KTP DKI

Agus Irwanto, Kepala Satpol PP Jakarta Barat, memastikan bahwa Pemprov DKI Jakarta tidak akan membiarkan warga non-KTP DKI terlantar.

Pemerintah sedang mencari solusi alternatif untuk membantu mereka yang tidak memenuhi syarat untuk tinggal di rusun.

“Untuk warga non-KTP DKI, kami akan bantu mencarikan tempat tinggal lain. Proses ini sedang kami koordinasikan dengan pihak terkait,” kata Agus.

Namun, hingga saat ini, belum ada rincian lebih lanjut mengenai bentuk bantuan yang akan diberikan atau lokasi alternatif yang akan disiapkan oleh pemerintah.

Warga seperti Yoknio berharap agar janji pemerintah segera terealisasi agar mereka tidak terkatung-katung tanpa tempat tinggal.

“Kalau memang bisa dibantu tempat lain, saya ikut saja. Yang penting ada tempat tinggal,” ujar Yoknio dengan harapan agar kehidupannya dapat kembali normal setelah proses relokasi ini.

Bagi banyak warga, harapan untuk bisa hidup dengan layak dan mendapatkan tempat tinggal yang aman dan nyaman sangat bergantung pada pemenuhan janji-janji dari pemerintah dalam waktu dekat.

13 kali dilihat, 6 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *