Save Meratus di Pundak Menteri Hanif Faisol

Hanif diminta menyelamatkan lingkungan di Pegunungan Meratus dan mengurangi ancaman bencana ekologis. Deforestrasi semasa ia menjabat kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan mencapai belasan ribu hektare.

Warga di Pegunungan Meratus saat melakukan ritual aruh bawanang (adat) setelah panen di ladang pahumaan. Foto: Walhi

GILIRAN Koalisi Masyarakat Sipil menaruh harap kepada Hanif Faisol Nurofiq. Mantan kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan ini baru tadi dilantik sebagai Menteri Lingkungan Hidup Kabinet ‘Merah Putih’.

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik sebagai presiden dan wakil periode 2024-2029 pada sidang paripurna MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu (20/10).

Dalam pidatonya, Prabowo menegaskan komitmennya untuk mengutamakan kepentingan seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Ia berjanji akan mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan atau pribadi. Prabowo bahkan menegaskan, kepentingan rakyat akan selalu diutamakan di atas kepentingan golongan tertentu maupun kepentingan pribadi.

Dengan komitmen untuk memperjuangkan kesejahteraan, pemerintahan baru ini dituntut untuk menunjukkan langkah konkret dalam mengatasi berbagai tantangan, termasuk persoalan lingkungan dan hak masyarakat adat.

Tepat hari ini, susunan kabinet yang telah diumumkan sebelumnya akhirnya resmi dilantik. Hanif Faisal Nurofiq ditunjuk sebagai Menteri Lingkungan Hidup (LH) sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup.

Ia akan memimpin lembaga pecahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut selama lima tahun ke depan. Namun, penunjukan Hanif menuai kontroversi, terutama terkait dengan rekam jejaknya di sektor lingkungan yang dinilai tanpa komitmen.

Tanpa Kontribusi dan Tidak Berpihak pada Masyarakat Adat

Hanif, yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan pada 2016, dikenal aktivis kontroversial karena menyangkal eksistensi Masyarakat Adat di Pegunungan Meratus.

Saat menjabat sebagai Direktur Jenderal Penataan Kawasan dan Tata Lingkungan (PKTL) pada tahun 2020, ia malah mendorong Pegunungan Meratus untuk dijadikan Taman Nasional (TN), sebuah kebijakan yang dinilai merugikan masyarakat adat.

Penetapan TN dikhawatirkan para aktivis akan mengusir masyarakat adat dari tanah mereka, sebab konsep TN tidak mengakomodasi tata ruang tradisional yang menjadi sumber penghidupan utama mereka.

Redy Rosyadi Direktur Eksekutif Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia selaku Koordinator Koalisi menilai bahwa Hanif Faisal Nurrofiq tidak memiliki kontribusi yang signifikan dan tidak berpihak pada masyarakat adat Kalsel.

YCHI menggarisbawahi bahwa perjalanan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat sangat panjang. Hal ini kemudian diperburuk pengusulan Taman Nasional di Pegunungan Meratus oleh Hanif.

Selama lebih dari satu dekade, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan koalisi masyarakat sipil terus mendorong pengakuan masyarakat adat di Kalimantan Selatan.

Beberapa kabupaten, seperti Hulu Sungai Selatan, Tabalong, dan Balangan, telah membuat langkah progresif dalam verifikasi dan pengakuan masyarakat adat.

Namun, ancaman hilangnya hak-hak adat semakin nyata jika wilayah adat mereka dijadikan Taman Nasional. Masyarakat adat yang telah bertahan di sana selama berabad-abad akan terusir, dan proses pengakuan mereka akan dihilangkan.

Meskipun kelembagaan masyarakat adat mereka diakui, namun berpotensi hidup tanpa wilayah adat. Sumber penghidupan mereka yang bergantung pada tanah adat akan hilang, menciptakan ketidakpastian dan kerugian besar bagi komunitas adat.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono mendesak Kabinet Merah Putih untuk menyelamatkan lingkungan di Pegunungan Meratus dan mengurangi ancaman bencana ekologis.

“Pegunungan Meratus harus segera dibersihkan dari izin-izin tambang dan perkebunan kelapa sawit. Segera akui wilayah kelola rakyat terutama Masyarakat Adat Dayak Meratus dan segera jalankan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dan ramah lingkungan,” kata Kisworo.

Walhi Kalsel menilai Hanif tidak layak menjadi Menteri Lingkungan Hidup, mengingat latar belakang dan rekam jejaknya selama menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Kalsel.

“Hanit tidak memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan hidup dan kelestarian di Kalimantan Selatan,” jelas Kisworo.

Bahkan, Walhi menduga adanya deforestasi seluas 16.067 hektare di Kalsel selama kepemimpinan Hanif di Dinas Kehutanan provinsi setempat. Walhi juga melihat jejak Hanif selama empat tahun di Kementerian tidak signifikan. Alih-alih menyelamatkan, hutan Kalsel  terus diekspansi oleh industri ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan monokultur skala besar.

Selain itu, tugas untuk menata izin sewaktu menjabat dirjen planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Walhi menilai Hanif tak menjalankannya maksimal.

“Justru Hanif tidak bergerak aktif untuk melindungi sumber daya alam di Kalsel,” sambung Kis.

Sengkarut Tambang Di Masa Hanif

Bongkar muat batubara di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

Di balik narasi lingkungan dan konservasi, Koalisi Masyarakat Sipil Kalsel juga mencurigai Hanif banyak berkompromi dengan memuluskan eksploitasi kawasan hutan untuk perusahaan tambang tanpa izin.

Menurut data Forest Watch Indonesia Kalsel merupakan salah satu provinsi yang memiliki izin tambang tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) yang tinggi.

Tercatat lebih dari 116 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di dalam kawasan hutan tanpa PPKH. Juru Kampanye Forest Watch Indonesia Anggi Prayoga menegaskan bahwa selama menjadi Dirjen PKTL, Hanif tidak bekerja dengan serius untuk menertibkan izin dan pengendalian lingkungan hidup.

“Isu Lingkungan dikhawatirkan hanya akan menjadi komoditas bagi Hanif untuk melanggengkan praktik ilegal IUP tambang dalam kawasan hutan tanpa PPKH,” ujar Anggi.

IUP Tambang dalam kawasan hutan merusak lingkungan dan sumber daya hutan.

Amalya Reza, Juru Kampanye Bioenergi Trend Asia, menolak tegas penujukan Hanif sebagai menteri. Sebab konflik kepentingannya dengan pengusaha besar.

“Kalsel dan Merauke sudah menjadi korban proyek-proyek brutal ini,” jelasnya.

Selain Hanif, beberapa menteri dan wakil menteri juga terlihat terkait dengan pengusaha tambang.  Masalah taman nasional versus masyarakat hanya terjadi di Meratus, tetapi juga di Mentawai dan wilayah lain.

“Ini mencerminkan bagaimana tata kelola kawasan hutan dilakukan sewenang-wenang. Ditambah Wakil Menteri Kehutanan adalah Dr Sulaiman Umar, sebagai ipar Haji Isam yang dipertanyakan keberpihakannya terhadap hutan dan lingkungan,” jelasnya.

Meskipun Hanif adalah orang Kalimantan Selatan yang besar di Tanah Bumbu, kontribusinya dalam melindungi hutan dan masyarakat adat di provinsinya sangat minim.

Koalisi melihat jabatan yang pernah dipegangnya, baik sebagai Kadis Kehutanan maupun Dirjen PKTL, lebih diarahkan untuk mengamankan kepentingan bisnis tambang daripada melestarikan hutan. Relasinya dengan pengusaha tambang juga menjadi sorotan, terutama terkait kerusakan hutan yang terus terjadi di Kalsel.

Plang Wilayah Hak Kelola Hutan Adat di Pegunungan Meratus.

Ruby dari AMAN Kalimantan Selatan mengatakan bahwa masyarakat adat dan wilayahnya di Kalimantan Selatan harus diakui. Ruby menegaskan bahwa mereka menagih janji komitmen Prabowo-Gibran yang baru dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk bekerja bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat adat.

“Kita berharap pemerintah baru ini dapat membawa perubahan positif, termasuk mempercepat pengesahan RUU Masyarakat Adat,” jelasnya.

Sebagai presiden, kata dia, Prabowo memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi masyarakat adat di seluruh Indonesia, termasuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang telah lama diperjuangkan.

Pada intinya, koalisi memandang keputusan untuk mengangkat Hanif yang memiliki rekam jejak buruk dalam mendukung masyarakat adat tentu menjadi sorotan besar, dan bisa memperburuk citra pemerintahan Prabowo-Gibran yang mengklaim bekerja untuk rakyat.

317 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Fahriadi Nur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *