apakabar.co.id, JAKARTA – Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri melihat polisi perlu hati-hati menarasikan pemicu tragedi pembunuhan sekeluarga di Babulu, Penajam, Kaltim. Terkhusus soal pengaruh alkohol.
Seban, jika pelaku membabi buta dalam keadaan mabuk, maka tidak tertutup kemungkinan dia tidak tepat dikenakan pasal pembunuhan berencana.
“Malah mungkin penganiayaan berat. Bahkan bukan pula penganiayaan berencana; logikanya, orang dalam keadaan mabuk tidak bisa membuat rencana. Perilakunya cenderung menjadi impulsif,” jelasnya kepada apakabar.co.id.
Demikian pula setelah Reza membaca kronologi peristiwa dan rangkaian perbuatan pelaku di TKP. “Tidak mencerminkan orang dalam kondisi mabuk,” sebutnya.
Baginya, peristiwa pembunuhan sekeluarga di Kaltim tergolong tragedi yang mengerikan.
Sisi lain, tragedi Babulu mengingatkan ia bahwa UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) memang harus direvisi.
“UU itu memuat pasal-pasal yang meringankan posisi anak pelaku pidana. Anggaplah itu cerminan jiwa humanis hukum terhadap anak-anak,” jelasnya.
Menurutnya, UU SPPA tidak membuat pengecualian terhadap anak-anak yang tindak pidananya dinilai luar biasa biadab.
Karena itulah, bagi Reza, ketika anak sudah mendekati usia dewasa, apalagi jika perbuatannya sedemikian keji, maka justru UU SPPA perlu memuat pasal-pasal pemberatan. Atau, setidaknya pengecualian agar pelaku memperoleh ganjaran lebih setimpal.
Reza kemudian memberikan contoh. Ancaman pidana terhadap anak maksimal hanya sepuluh tahun. Tidak boleh lebih dari itu.
“Nah apakah ini tepat terhadap pelaku seperti di Kaltim?” jelasnya.
Lebih-lebih, setelah menjalani pemeriksaan kondisi kejiwaan dan segala macamnya. Menurutnya, hampir bisa dipastikan akan mengemuka narasi-narasi yang seolah mendorong publik untuk berempati. Serta memberikan rasa pengertian atas segala masalah pelaku yang notabene masih berusia anak-anak.
“Itu semua membuat UU justru seolah menjadi tameng bagi pelaku untuk mendapatkan hukuman yang lebih masuk akal,” paparnya.
Pembunuhan berlangsung di sebuah rumah kawasan Babulu Laut, Selasa tengah malam (6/2). Pelaku J membunuh lima orang sekaligus. Termasuk seorang anak yang masih berusia 3 tahun.
Lebih rinci, para korban adalah pasangan suami istri berinisial W (35) dan SW (34). Serta tiga anaknya RJS (15), VDS (11), dan ZAA (3).
Lantas mengapa jumlah korban bisa mencapai sebanyak itu?
Pelaku beraksi pada pukul 02.00. Ia memanfaatkan kelengahan mayoritas korban. Yang saat itu tengah terlelap tidur.
Tak hanya membunuh, JND diduga juga memperkosa dua orang korban.
Kronologis bermula pada Senin (5/2) malam ketika JND bersama rekan-rekannya asyik mengonsumi miras.
Sekitar pukul 22.30, ia diantar pulang oleh seorang rekannya. Beranjak dari pengakuannya, terbesit niatan untuk memperkosa korban.
“Motif utama adalah dendam dan asmara, yang dipengaruhi oleh miras sehingga pada saat pulang dari minuman keras timbul niatan untuk memperkosa korban,” jelas Kapolres Penajam Paser Utara, AKBP Supriyanto kepada apakabar.
Respon (1)