EKBIS
Revisi Perpres 112/2022 Dinilai Melonggarkan Pembangunan PLTU
apakabar.co.id, JAKARTA -Yayasan Cerah Indonesia menilai revisi Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik melonggarkan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Mengacu dokumen konsultasi publik, lanjut dia, Pasal 3 Perpres 112/2022 akan diubah untuk menambahkan pengecualian pembangunan PLTU baru dengan alasan menjaga keandalan sistem dan kemandirian energi.
Pengecualian pembaruan PLTU baru tersebut disertai dengan sejumlah syarat, yakni melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan minimal 35 persen dalam jangka waktu 10 tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2025.
“Sejumlah perubahan dalam rancangan beleid ini justru membuka peluang lebih lebar pembangunan PLTU,” kata Policy Strategist CERAH Naomi Devi Larasati dalam keterangannya di Jakarta, Senin (17/11).
Pengurangan GRK, kata Naomi, dapat ditempuh melalui pengembangan teknologi PLT Hibrida, PLTU cofiring, carbon offset, dan/atau bauran energi terbarukan; dan mendukung pencapaian NZE pada tahun 2060 sesuai dengan KEN.
Naomi menyoroti beleid yang masih berlaku saat ini telah memberikan pengecualian bagi pembangunan PLTU untuk yang telah ditetapkan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) serta PLTU yang terintegrasi dengan industri yang dibangun untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam, atau termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Adanya pengecualian, meskipun disertai syarat komitmen penurunan emisi, akan tetap menambah kapasitas PLTU sehingga struktur energi nasional masih bertumpu pada batu bara,” katanya.
Policy & Program Manager CERAH Wicaksono Gitawan menambahkan, perluasan pengecualian pembangunan PLTU baru akan menyulitkan berkembangnya energi terbarukan.
Berkaca pada warisan kebijakan energi dari era sebelumnya, program 35 ribu MW yang diluncurkan pada 2015 menyebabkan kelebihan pasokan listrik di jaringan Jawa-Bali dari PLTU.
Imbasnya, sistem kelistrikan nasional terkunci pada infrastruktur batu bara dalam jangka panjang yang mengakibatkan rendahnya pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia.
“Dorongan nyata untuk meningkatkan bauran energi terbarukan harus diwujudkan dengan kebijakan yang mendukung. Jika terealisasi, Presiden Prabowo Subianto bisa membuat gebrakan dengan menjadikan Indonesia pemimpin transisi energi dunia,” pungkasnya.
Editor:
BETHRIQ KINDY ARRAZY
BETHRIQ KINDY ARRAZY

