apakabar.co.id, JAKARTA – Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 kembali memicu kontroversi di kalangan masyarakat olahraga prestasi Indonesia.
Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) menggelar seminar di Hotel Pullman Central Park Jakarta, Kamis (16/1), untuk membedah aspek-aspek peraturan tersebut, yang mengundang perhatian berbagai pemangku kepentingan olahraga.
Seminar ini dihadiri oleh perwakilan dari KONI, cabang olahraga, dan organisasi olahraga lainnya. Di antara para narasumber yang hadir, ada Menteri Pemuda dan Olahraga yang diwakili oleh Staff Khusus Kemenpora Bidang Hukum Alvin Saptamandra Suryohadiprojo, serta Staf Ahli KONI Pusat Bidang Organisasi Prof. Dr. H. R. Benny Riyanto.
Seminar tersebut menyoroti ketidaksesuaian Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 dengan Undang-Undang Keolahragaan serta prinsip-prinsip dasar pengelolaan olahraga yang merdeka dan independen.
KONI Pusat melalui Ketua Umumnya, Letjen TNI (Purn) Marciano Norman, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan revisi kepada Menpora mengenai alasan-alasan yang berkaitan dengan kebebasan dan independensi organisasi olahraga.
“Saya harap Menpora dapat mengevaluasi masukan dari masyarakat olahraga prestasi, termasuk dari KONI Pusat, induk cabang olahraga, serta KONI Provinsi dan Kabupaten/Kota,” ujar Marciano dalam kesempatan terpisah di Surabaya.
Prof. Benny Riyanto, dalam seminar tersebut, menegaskan bahwa Permenpora 14/2024 melanggar asas independensi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam pengelolaan olahraga di Indonesia.
Beberapa pasal dalam peraturan ini, seperti kewajiban mendapatkan rekomendasi Kemenpora untuk kongres organisasi olahraga dan pembatasan kompensasi dari sumber dana selain pemerintah, dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Keolahragaan No. 11 Tahun 2022 dan prinsip-prinsip internasional seperti yang tercantum dalam Olympic Charter.
“Olahraga harus bersifat independen, bebas dari intervensi pemerintah, dan diatur oleh para ahli yang berasal dari komunitas olahraga itu sendiri,” tegas Benny.
Beberapa pasal yang mendapat sorotan antara lain Pasal 10 yang mewajibkan rekomendasi Kemenpora untuk kongres organisasi olahraga, Pasal 16 yang membatasi kompensasi bagi pengurus dari dana non-pemerintah, serta Pasal 19 yang mengatur pelantikan pengurus organisasi olahraga oleh Menpora—semuanya dianggap mengurangi independensi organisasi olahraga yang selama ini dilakukan oleh KONI dan cabang olahraga.
Bahkan, sejumlah tokoh hukum dan praktisi olahraga turut memberi pandangan serupa. Dr. A. Patra M. Zen, advokat senior dan Dewan Pakar AAI, mengingatkan bahwa Permenpora ini bertentangan dengan prinsip otonomi dan independensi yang menjadi landasan gerakan olahraga di Indonesia.
“Menpora seharusnya hanya berfungsi sebagai fasilitator dan penyedia sarana, bukan sebagai pengendali teknis organisasi olahraga,” ujar Patra.
Dr. Fitriani Ahlan Sjarif, Dosen Universitas Indonesia yang juga hadir dalam seminar, menekankan bahwa peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan prinsip formil dan materil, yang artinya setiap peraturan harus memenuhi prosedur dan substansi yang sah.
Sementara itu, Markus Othniel Mamahit, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Olahraga Layar Seluruh Indonesia (PB. Porlasi), mengungkapkan keprihatinannya.
“Permenpora ini harus dicabut atau diuji di Mahkamah Agung untuk memastikan agar tidak merusak independensi cabang olahraga di Indonesia,” ucapnya.
Kontroversi seputar Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 ini diperkirakan akan terus berlanjut, mengingat pentingnya menjaga integritas dan kebebasan organisasi olahraga Indonesia dalam menyongsong masa depan yang lebih baik.