Aprindo-Gaprindo Keluhkan Rencana Penyeragaman Rokok Kemasan

Foto ilustrasi kemasan rokok. Foto: Freepik

apakabar.co.id, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin menyatakan bahwa peraturan untuk menyeragamkan kemasan rokok menambah beban para pelaku usaha dan menyulitkan konsumen untuk membedakan antara rokok legal dan ilegal.

Ia berharap pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini dan tidak memberlakukan kebijakan yang dapat membebani pelaku usaha.

“Pemerintah seharusnya mendorong kemudahan berusaha, bukan menambah beban dengan regulasi yang tidak berpihak pada dunia usaha,” katanya di Jakarta, Kamis (24/4).

Baca juga: Reaksi Mendagri Tahu Kadisdik Kalsel Merokok-Usir Guru

Solihin juga menyoroti potensi semakin maraknya rokok ilegal, karena kemasan produk yang seragam akan menyulitkan konsumen dalam mengidentifikasi merek rokok legal yang biasa mereka beli.

“Rokok ilegal yang sudah marak saja belum sepenuhnya bisa ditindak, apalagi dengan tambahan kebijakan seragam kemasan,” ujarnya.

Selain itu, pengawasan terhadap implementasi aturan tersebut juga menimbulkan tantangan besar, terutama di tingkat pengecer, khususnya warung kecil dan toko kelontong.

“Kalau di supermarket mungkin masih bisa dikontrol, tapi tidak demikian dengan toko-toko kecil,” ujarnya.

Baca juga: Menuju Indonesia Emas, Anak Muda Melek Bahaya Rokok Elektronik

Senada dengan Solihin, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi juga mengatakan bahwa usulan penyeragaman kemasan rokok berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di pasaran.

“Ini bisa menimbulkan kebingungan di masyarakat dan membuka celah makin banyaknya rokok ilegal di pasaran,” ujarnya.

Dia juga menyoroti lemahnya penindakan terhadap rokok ilegal, yang selama ini hanya menyasar level distribusi seperti pengecer dan sopir pengangkut, bukan sampai ke produsen atau pabrik.

“Kami belum pernah mendengar adanya tindakan tegas terhadap mesin produksi rokok ilegal,” kata Benny Wachjudi.

Gaprindo mencatat bahwa pendapatan cukai rokok mencapai sekitar Rp216,9 triliun pada 2024, mendekati target Rp230 triliun, yang sebagian besar dipengaruhi oleh daya beli masyarakat.

Baca juga: Tegur Kadisdik yang Merokok, Guru di Kalsel Banjir Dukungan Publik

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Omar Sharif Hiariej menyoroti peredaran rokok ilegal yang kian marak dalam sesi wawancara di Jakarta, Senin (14/4).

Ia mengatakan bahwa rokok ilegal bersifat berbahaya dan melanggar berbagai aturan, di antaranya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hingga aturan perdagangan yang berkaitan dengan pelanggaran merek.

“(Rokok ilegal) harus ditertibkan. Karena tidak hanya merusak perekonomian, ada soal merek, tapi juga sifat bahayanya barang itu. Kalau rokok (ilegal) itu dijual, satu perbuatan dia terkena beberapa pasal,” ujarnya.

Melihat wacana kebijakan penyeragaman bungkus rokok dianggap akan memperparah peredaran rokok ilegal dan kian menekan industri rokok legal, ia menyatakan perlunya pendekatan yang berimbang antara aspek kesehatan dan kepentingan ekonomi.

“Solusinya harus bisa mengakomodasi kepentingan semua pihak, antara manfaat ekonomi dan keadilan hukum,” ujar Edward Omar Sharif Hiariej.

16 kali dilihat, 16 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *