apakabar.co.id, JAKARTA – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI dalam analisisnya yang berjudul “Aksesi BRICS: Potensi dan Tantangan bagi Perekonomian Indonesia” dikutip di Jakarta mengingatkan agar keputusan bergabung dengan kelompok ekonomi BRICS tetap menjadi bagian perwujudan politik luar negeri bebas aktif yang tidak condong pada salah satu blok kekuatan tertentu.
LPEM FEB UI juga menekankan pentingnya mempertahankan posisi non-blok serta memitigasi risiko ketergantungan dan risiko geopolitik setelah bergabung dengan BRICS. Salah satunya Indonesia harus terus mendiversifikasi mitra dagang, investor, dan sumber pendanaan, serta kerja sama ekonomi.
“BRICS tidak dijadikan solusi alternatif tunggal, tetapi menjadi opsi strategis untuk memperluas diversifikasi pasar dan memperkuat posisi tawar Indonesia di tengah sistem perdagangan multilateral,” katanya.
Baca juga: Lawan Krisis Iklim, Prabowo Ajak BRICS Percepat Transisi Energi
Diversifikasi ini tidak hanya terbatas pada negara-negara anggota BRICS, tetapi juga tetap membuka peluang dengan negara-negara Barat. Langkah ini krusial untuk memastikan Indonesia tidak terlalu bergantung pada satu blok kekuatan, sekaligus menekan potensi risiko geopolitik.
Di sisi lain, analisis tersebut juga menggarisbawahi potensi besar peningkatan peran geopolitik dan penguatan ekonomi Indonesia di kancah global melalui BRICS.
“Peran geopolitik Indonesia akan lebih strategis: Mengurangi ketergantungan terhadap negara Barat dan lembaga internasional yang terafiliasi (IMF, WTO, World Bank, dll),” tulis laporan tersebut.
Baca juga: Celios Ungkap Keuntungan Indonesia Masuk Keanggotaan BRICS
Langkah untuk bergabung ke dalam BRICS juga dinilai dapat memperkuat solidaritas Selatan-Selatan, memungkinkan Indonesia untuk lebih aktif menyuarakan kepentingan negara berkembang dalam isu-isu global krusial seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan reformasi sistem keuangan internasional.
Meski demikian, analisis LPEM FEB UI menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia dalam BRICS tidaklah mudah apalagi untuk mendapatkan keuntungan ekonomi.
BRICS dinilai belum seefektif kelompok negara-negara maju G7 atau Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dalam menghasilkan kebijakan ekonomi riil. Bahkan, jika dibandingkan dengan blok perdagangan yang telah diikuti Indonesia seperti ASEAN atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), BRICS masih tertinggal.
LPEM FEB UI menyoroti bahwa BRICS belum memiliki tarif preferensial, penghapusan hambatan non-tarif, dan kerja sama integrasi ekonomi lainnya yang signifikan.
Baca juga: Indonesia Gabung BRICS, Rupiah Menguat
Untuk memastikan BRICS benar-benar dapat menjadi penyeimbang geopolitik dan geoekonomi dunia, serta memberikan manfaat bagi perekonomian nasional, Indonesia disebut perlu mengambil langkah proaktif.
Indonesia harus mendorong BRICS untuk benar-benar melakukan kerja sama konkret di bidang perdagangan, bertransformasi menjadi blok perdagangan yang solid, dan kemudian menjadi blok kerja sama ekonomi yang lebih dalam.
Indonesia juga harus mendorong BRICS untuk membahas pengurangan hambatan tarif dan non-tarif agar Indonesia mendapatkan akses pasar yang lebih baik dan adil ke negara-negara anggota lainnya.
“Indonesia harus tetap membuka peluang kerja sama dengan negara-negara Blok Barat, sejauh Indonesia mendapat perlakuan yang adil dan setara,” demikian laporan tersebut.