Mentan: Penindakan Beras Oplosan Picu Struktur Pasar yang Baru
apakabar.co.id, JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut penindakan beras oplosan mendorong struktur pasar baru yang lebih sehat di mana konsumen lebih memilih pasar tradisional dan penggilingan gabah rakyat mendapatkan ruang usaha lebih luas.
“Yang jelas di sini akan ada fenomena baru, terbentuk struktur pasar baru. Penggilingan kecil bereaksi happy, bahagia, pengecer juga bahagia,” kata Amran saat konferensi pers di Kantor Kementan, Rabu (13/8).
Penindakan beras oplosan, kata Amran, tidak hanya menjaga kualitas beras, tetapi juga mengubah pola distribusi dan perilaku belanja masyarakat. Kini konsumen lebih percaya pasar tradisional karena harga lebih murah, transparan, dan terbuka.
Baca juga:
Amran mencontohkan, harga beras premium di pasar atau ritel modern berada pada kisaran Rp17.000-Rp18.000 per kilogram, sementara di pasar tradisional harga beras premium sekitar Rp13.000 per kilogram.
“Itu secara alami nanti terjadi pergerakan (pergeseran struktur pasar). Logis kan?” kata dia.
Pergeseran ini juga memberikan ruang lebih besar bagi 161 ribu penggilingan kecil yang selama ini memasok pasar tradisional. Dengan kapasitas 116 juta ton gabah per tahun atau jauh di atas produksi nasional 65 juta ton, Amran mengatakan penggilingan kecil mampu mengolah seluruh gabah dalam negeri.
“Penggilingan kecil ‘pesta’, supply-nya melimpah. Terjadi hukum pasar. Persoalannya, kita mau memihak pada siapa? Yang kecil atau yang besar?” jelas Amran.
Baca juga:
Ia menegaskan, pemerintah ingin melindungi penggilingan kecil sebagai bagian dari ekonomi kerakyatan. Masalahnya, kata dia, pabrik besar kerap membeli gabah dengan harga yang lebih mahal sehingga penggilingan kecil kalah bersaing.
“Kesimpulannya, jangan tindas yang kecil. Beri mereka ruang. Yang besar silakan masuk ke perkebunan, bangun pabrik gula, investasi ratusan triliun. Itu dibutuhkan agar republik ini tetap menyatu dan tidak ada yang tertindas,” kata Amran.
Ia memastikan stok beras nasional yang melimpah. Selain itu, pemerintah juga terus menyalurkan beras dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Amran juga kembali menegaskan bahwa hal ini bukan semata persoalan oplosan atau campuran, melainkan pelanggaran terhadap standar kualitas.
Baca juga:
Ia menjelaskan, standar beras premium mengatur kadar butir patah (broken) maksimal 15 persen. Namun, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan banyaknya beras premium yang tidak memenuhi standar tersebut.
“Tetapi ada yang sampai 59 persen, itu sesuai (pemeriksaan) lab, bukan sesuai Kementan. Kami menggunakan lab 13. Kami ambil sample 10, broken-nya 33 persen dan itu dianggap premium. Pelanggarannya di situ,” jelasnya.
ADMIN

