Proyeksi Konsumsi Produk Halal Global Mencapai USD 3 Triliun

Ilustrasi sertifikasi halal. Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan dengan jumlah penduduk muslim di dunia mencapai 2 miliar, diproyeksikan akan mengeluarkan konsumsi produk halal mencapai USD 3 triliun.

Pengarah Center for Sharia Economic Development INDEF, Abdul Hakam Naja menerangkan jumlah tersebut setara dengan tiga kali jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mencapai USD 1 triliun.

“Ini suatu yang besar dan perlu kita ambil. Karena itu perlu bersinergi dengan Brunai dan Malaysia untuk mengambil porsi ini,” katanya dalam diskusi bertajuk Penguatan Ekosistem Halal untuk Masa Depan Ekonomi dan Keuangan Syariah yang dipantau virtual di Jakarta, Jumat (4/10).

Dengan potensi sebesar itu, sayangnya Indonesia justru menjadi negara di keanggotaan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang menjadi konsumen industri makanan-minuman terbesar. Sementara itu, negara non OKI menjadi produsen industri makanan-minuman terbesar.

Baca juga: Kebut Mundur Sertifikasi Halal UMKM

Baca juga: Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur Sampai 2026

Berdasarkan data State of Global Islamic Economics tahun 2023-2024, kata Abdul, negara produsen produk halal terbesar di dunia adalah Brazil. Disusul kemudian India, Amerika Serikat, Rusia dan China.

“Permasalahannya kita berkutat dengan problem laporan terakhir Bank Dunia pada Agustus 2024 yang berjudul Middle Income Trap negara-negara yang terjebak pada pendapatan kelas menengah,” ungkapnya.

Menurut standar dari Bank Dunia, negara dengan pendapatan menengah ke atas sebesar USD 4.400-13.800 per kapita. Saat ini, Indonesia berada pada USD 5.200 per kapita.

“Malaysia USD 13.300 per kapita. Brunai USD 35.000 per kapita, terbesar kedua setelah Singapura,” paparnya.

Apa yang Harus Dilakukan?

Bank Dunia memiliki tiga langkah untuk mengatasi jebakan negara berpendapatan kelas menengah (middle income trap). Ketiganya di antaranya yakni institusi, inklusi, dan inovasi.

Abdul menilai Indonesia perlu fokus pada empat sektor ekonomi syariah yakni keuangan, makanan dan minuman, pariwisata dan fesyen.

Meski begitu, ia menekankan agar lebih memprioritaskan sektor fesyen sebagai pemantik untuk membangkitkan industri fesyen yang saat ini sedang terpuruk.

Baca juga: Festival Kuliner Non-Halal, Gibran Pastikan Tak Ganggu Toleransi

Baca juga: Pameran Halal Indo 2024 Jadi Gerbang Perkenalan Produk Halal Berkualitas

Caranya yakni dengan mensinergikan sektor industri fesyen dengan industri kreatif. Salah satunya dengan melibatkan para kreator dunia mode. Dengan begitu, tidak hanya dapat memenuhi fesyen halal di Indonesia, melainkan juga di dunia.

“Ini agar kita tidak terus menurun karena terjadi proses deindustrialisasi. Jadi sejak tahun 2002 kita mengalami deindustrialisasi kontribusi sektor manufaktur kita 32 persen tetapi tahun 2024 sekarang 19 persen data BPS,” jelasnya.

“Ini yang perlu kita dorong sehingga inovasi menjadi kunci kita bangkitkan reindustrialisasi agar kita tidak terjebak sebagai negara kelas menengah,” pungkasnya.

28 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *