apakabar.co.id, JAKARTA – Centre for Strategic and International Studies (CSIS) meminta agar pemerintah perlu membangun kembali kepercayaan fiskal guna meredam dampak negatif akibat gejolak demonstrasi yang terjadi dalam sepekan terakhir.
CSIS memandang krisis legitimasi fiskal memicu terjadinya protes besar-besaran yang menjadi akumulasi keresahan masyarakat atas memburuknya situasi ekonomi dan kepercayaan kepada pemerintah yang terus menurun.
“Kalau pemerintah tidak bisa mengatasi akar permasalahan utamanya, krisis ini akan terus terjadi dan berulang. Karena itu, pemerintah harus bisa membangun kembali kepercayaan fiskal melalui empati dan keteladanan,” kata Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan dalam media briefing di Jakarta, Selasa(2/9).
Baca juga: Demi Pertumbuhan Ekonomi, CSIS: Pemerintah Perlu Beri Stimulus
Merespons situasi tersebut, Deni mengingatkan agar pemerintah menghentikan pemborosan anggaran hingga mengevaluasi tunjangan serta pejabat pemerintahan.
Langkah lain yang perlu dilakukan, imbuh Deni, perlunya meningkatkan akuntabilitas dan transparansi anggaran, memperbaiki layanan publik, serta meninjau ulang desain program prioritas pemerintah agar lebih efisien dan berkelanjutan.
Pemerintah juga diminta untuk melakukan dialog terbuka secara luas dengan melibatkan elemen buruh dan pelaku usaha.
“Pada dasarnya, tidak ada pertentangan antara buruh dan pengusaha. Kalau kita hanya mengancam pengusaha, itu justru akan memperburuk keadaan bagi semua pihak,” katanya.
Baca juga: Menaker Ungkap 3 PR Besar Menanti Pemerintah dan Serikat Pekerja
Karena itu, reformasi dan perbaikan iklim usaha harus menjadi prioritas agar lapangan kerja dapat terjaga dan ekonomi kembali pulih. Sebab, aksi massa dalam sepekan terakhir mencerminkan beban ekonomi yang semakin berat.
Selain itu, kata Deni, meski pertumbuhan ekonomi relatif stabil, distribusinya masih timpang. Tingkat kemiskinan menurun, namun kelas menengah ikut tergerus.
Begitu juga dengan tingkat pengangguran terbuka yang rendah, namun jumlah pengangguran justru naik disertai maraknya PHK dan makin dominannya pekerjaan di sektor informal.
“Singkatnya, protes-protes ini merupakan akumulasi keresahan atas kesulitan hidup dan kekecewaan atas pemerintahan,” tutur Deni.