Serikat Buruh Soroti Isu PHK hingga Upah dalam RUU Ketenagakerjaan

Serikat Buruh Soroti Isu PHK hingga Upah dalam RUU Ketenagakerjaan

Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Moh Jumhur Hidayat (tengah) saat menjawab pertanyaan awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2025). Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Sejumlah serikat pekerja/buruh menyoroti sejumlah isu ketenagakerjaan seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga upah laik agar dapat diselesaikan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan yang masuk sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025-2026.

Hal tersebut disampaikan oleh setidaknya 20 serikat/konfederasi pekerja/buruh dalam Rapat Panja bersama Komisi IX DPR RI yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa.

“Pertama kami (menyoroti) soal mudahnya (perusahaan) melakukan PHK, ketidakpastian kerja dan income, dan outsourcing. Kita harap bisa mencari formula yang adil untuk semua pihak (pekerja dan perusahaan),” kata Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Moh Jumhur Hidayat saat ditemui usai rapat panja tersebut.

Baca juga: Puan Pastikan Perlindungan Buruh saat Terima Serikat Pekerja di DPR

Lebih lanjut, Jumhur juga menyoroti pemberian upah bagi pekerja yang mengikuti kebutuhan hidup layak (KHL), serta meminta pemerintah agar bisa mengatasi adanya kesenjangan upah di berbagai daerah di Indonesia.

“Selanjutnya adalah soal (mitra) ojol (ojek online) dan pekerja platform. Driver ojol harus didefinisikan sebagai pekerja agar mendapatkan kepastian perlindungan bagi mereka,” ujar Jumhur.

Selain itu, serikat buruh juga mendorong pemerintah agar komite pengawas dapat melibatkan pendekatan tripartit yang meliputi pemerintah, pekerja, dan dunia usaha agar penyelesaian masalah di lapangan bisa adil.

Baca juga: 5 Tuntutan Buruh di DPR: Tolak Upah Murah hingga Hapus Outsourching

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengusulkan agar rancangan UU ini dapat mengakomodasi upah minimum sektoral secara nasional menyusul keterkaitannya dengan dengan kesenjangan upah pekerja antardaerah di Indonesia.

“Kesenjangan upah yang begitu mencolok ini tidak adil bagi pekerja secara umum untuk ikut menikmati hasil pertumbuhan ekonomi secara nasional,” kata Ristadi.

Ia mengusulkan pemberlakuan upah minimum sektoral secara nasional untuk bisa dilakukan secara bertahap dengan adanya masa transisi.

Lebih lanjut, perwakilan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Roy Jinto menekankan pentingnya kepastian pesangon bagi karyawan korban PHK, penghapusan sistem outsourcing, hingga pembatasan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang misalnya tidak melebihi 3 atau 5 tahun.

11 kali dilihat, 11 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *