NEWS

Menakar Wacana Pengukuhan Gelar Pahlawan Soeharto

Presiden RI Ke-2 Soeharto diwacanakan mendapatkan gelar pahlawan nasional. Foto: AFP
Presiden RI Ke-2 Soeharto diwacanakan mendapatkan gelar pahlawan nasional. Foto: AFP
apakabar.co.id, JAKARTA - Wakil Direktur Intelligence and National Security Studies (INSS) Yusup Rahman Hakim buka suara mengenai wacana pengukuhan gelar pahlawan kepada Presiden RI Ke-2 Soeharto yang belakangan ramai diperbincangkan.

Yusup menerangkan pembacaan terhadap kontribusi Soeharto sebaiknya dilakukan berdasarkan dampak kebijakan publik dan pembangunan jangka panjang, bukan semata pada persepsi politik yang terfragmentasi.

Menurut Yusup, sejumlah kebijakan pada masa pemerintahan Soeharto memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penguatan kapasitas negara, terutama dalam bidang pendidikan dasar, pembangunan administrasi pemerintahan, dan ketahanan pangan.
"Pembangunan sekolah secara masif pada awal 1970-an, reformulasi struktur perencanaan pembangunan serta modernisasi pertanian pada dekade 1980-an merupakan bagian dari proses nation-building yang membentuk fondasi sosial dan ekonomi Indonesia saat ini," kata Yusup dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Sabtu (8/11).

Ia menyatakan perluasan akses pendidikan dasar saat itu mendorong mobilitas sosial yang lebih luas dan memunculkan kenaikan tingkat literasi penduduk.

Sementara, keberhasilan mencapai kecukupan pangan pada pertengahan 1980-an memperkuat kemandirian ekonomi desa dan memperbaiki kesejahteraan petani.
Meski begitu, imbuh Yusup, dalam masa pemerintahan Soeharto terdapat catatan kritis mengenai pembatasan ruang demokrasi dan praktik korupsi dalam lingkar kekuasaan yang tetap harus dicatat sebagai bagian integral dari sejarah Indonesia.

"Pengakuan terhadap kontribusi tidak berarti menghapus kritik. Sejarah harus dicatat lengkap, dengan capaian dan konsekuensinya. Dari sanalah bangsa ini belajar," ujarnya.