Pengangguran Turun, Kondisi Pekerja Memburuk

Pencari kerja antre mencari informasi lowongan pekerjaan dalam bursa lowongan kerja Naker Fest Kota Semarang 2025 di Kantor BBVP Semarang, Pedurungan, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (6/5/2025). Foto: Antara

Oleh: Awalil Rizky*

Tingkat pengangguran Terbuka (TPT) diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mengalami penurunan dibanding setahun lalu, menjadi sebesar 4,76% pada Februari 2025. Akan tetapi jumlah pengangguran justru bertambah sebanyak 83,45 ribu orang. Penurunan TPT lebih disebabkan jumlah angkatan kerja yang meningkat.

Informasi tentang keadaan pekerja Februari 2025 mencakup berbagai karakteristik. Di antaranya: jam kerja, pendidikan, lapangan usaha atau sektor, status pekerjaan, dan lain sebagainya. Pencermatan atas hal itu mengindikasikan besarnya masalah ketenagakerjaan yang dihadapi Indonesia.

Berbagai kajian internasional menemukan fenomena paradoks tingkat pengangguran yang rendah di banyak negara berkembang dan negara berpendapatan rendah. Di negara industri maju, tingkat pengangguran yang rendah disertai pula oleh tingkat kemiskinan yang rendah. Sedangkan di negara berkembang, justru sering menyamarkan kondisi kemiskinan yang substansial.

Di kebanyakan negara berkembang dan berpendapatan rendah, tidak tersedia jaminan perlindungan sosial. Contohnya asuransi pengangguran dan tunjangan kesejahteraan. Akibat kondisi itu, hanya mereka yang relatif kaya yang mampu menganggur.

Baca juga: Ekonomi RI 2025: Tertekan dari Dalam, Diselamatkan Konsumsi Rumah Tangga

Bahkan, pengangguran merupakan kondisi mewah, karena hanya mereka yang mempunyai tabungan atau pendapatan di luar pekerjaan (non labor income) yang bisa menganggur. Sementara mereka yang miskin, tidak bisa menganggur, mereka harus bekerja apa saja untuk dapat hidup (too poor to be unemployed).

Hipotesa umum di atas tampak terjadi di Indonesia dilihat dari berbagai data yang disajikan oleh BPS. Salah satunya berupa persentase dari angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK bisa dianalisis sebagai salah satu potensi pertumbuhan ekonomi, namun kondisi terkini menggambarkan keterpaksaan ekonomi untuk mencari pekerjaan.

TPAK pada Februari 2025 sebesar 70,63%, merupakan yang tertinggi selama belasan tahun ini untuk kondisi Februari. Hal ini mengindikasikan keterpaksaan banyak penduduk usia kerja (berusia 15 tahun ke atas) memasuki pasar tenaga kerja atau menjadi angkatan kerja.

Dilihat secara sektoral, pekerja terbanyak bekerja di sektor pertanian yang mencapai 41,76 juta orang pada Februari 2025. Merupakan jumlah terbanyak selama 13 tahun terakhir. Bisa dikatakan, sektor ini terpaksa menampung banyak tenaga kerja melampaui kapasitasnya untuk memberi imbalan kerja yang wajar.

Baca juga: Gudang Improvisasi Prabowo untuk Apa?

Dilihat dari status pekerjaan, pekerja keluarga atau pekerja tak dibayar masih sangat banyak dan cenderung bertambah. Jumlahnya mencapai 20,16 juta orang pada Februari 2025 merupakan yang terbanyak selama ini. Sempat cenderung menurun selama era 2013-2019, dan hanya sebanyak 14,76 juta orang pada 2019.

Kondisi pekerja keluarga dalam kehidupan sehari-hari mereka ini serupa pengangguran. Namun dalam definisi bekerja dari BPS, mereka tercatat sebagai telah bekerja, karena membantu orang lain memperoleh penghasilan atau keuntungan.

Sementara itu, persentase setengah pengangguran pada Februari 2025 yang sebesar 8,00% memang menurun dari tahun lalu. Akan tetapi terbilang cukup tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya lagi. Mereka bekerja kurang dari jam normal (35 jam seminggu) dan masih mencari tambahan jam kerja atau pindah pekerjaan.

Keadaan ketenagakerjaan Indonesia dicirikan pula oleh tingkat pengangguran yang lebih rendah terjadi pada pendidikan SD ke bawah, yaitu sebesar 2,32% pada Februari 2025. Disusul pendidikan SMP yang tercatat 4,35%.

Baca juga: Vasektomi untuk Miskin: Kebijakan yang Menyalahi Pancasila

Tingkat pengangguran justeru meningkat signifikan pada mereka yang berpendidikan tinggi (Diploma IV, S1, S2, S3). Mencapai 6,23% pada Februari 2025 atau bertambah 0,60% poin dari Februari 2024 yang sebesar 5,63%.

Dapat diartikan bahwa sebagian pekerjaan yang tersedia kurang layak dan memang lebih untuk yang berpendidikan rendah. Diperburuk fenomena banyak orang yang melanjutkan sekolah tinggi dengan harapan setelah lulus bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Akan tetapi lapangan pekerjaan yang terbuka untuk itu pun masih belum sesuai dengan harapan.

Secara umum bisa disimpulkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia tidak cukup mencerminkan kondisi ketenagakerjaan yang sebenarnya memburuk. Banyak dari mereka yang bekerja sebenarnya belum mempunyai pekerjaan yang layak. Sebagian cukup besar dari mereka harus bekerja apa saja untuk dapat bertahan hidup.

*) Ekonom Bright Institute

15 kali dilihat, 15 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *