LIFESTYLE

Bahaya Hirup Mikroplastik dalam Jangka Lama, Penyakit Paru Mengintai

Foto ilustrasi sejumlah aktivis lingkungan membentangkan poster dan replika bayi saat aksi Plastic Free July 2025 di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (16/7/2025). Aksi damai yang menyerukan bahaya mikroplastik bagi kesehatan manusia. Foto: Antara
Foto ilustrasi sejumlah aktivis lingkungan membentangkan poster dan replika bayi saat aksi Plastic Free July 2025 di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (16/7/2025). Aksi damai yang menyerukan bahaya mikroplastik bagi kesehatan manusia. Foto: Antara
apakabar.co.id, JAKARTA - Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) periode 2017-2024 Agus Dwi Susanto mengatakan dalam jangka panjang inhalasi mikroplastik pada saluran napas bawah berisiko menimbulkan penyakit paru-paru, mulai dari asma hingga kanker.

Agus mengatakan bahwa penyakit lainnya yakni Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), peradangan paru/pneumonitis, dan fibrosis paru. Adapun mikroplastik merupakan partikel-partikel plastik halus dengan ukuran 1 μm-5 mm hasil degradasi plastik.

"Mikroplastik yang di udara yang terinhalasi, untuk ukuran di atas 5 mikrometer (μm) umumnya hanya sampai saluran napas atas. Efeknya menyebabkan iritasi di hidung dan saluran napas atas, menimbulkan keluhan hidung berair, gatal-gatal di hidung, sakit tenggorokan, batuk," katanya di Jakarta, Kamis (23/10).
Adapun untuk mikroplastik dengan ukuran 0,5 μm sampai dengan di bawah 5 μm bisa sampai saluran napas bawah dan alveoli paru. Dia menyebutkan sejumlah dampaknya yakni iritasi dan peradangan saluran napas bawah dan paru, sehingga timbul gejala batuk, batuk berdahak, dan sesak napas.

"Pada orang dengan penyakit paru, seperti asma dan PPOK, bisa meningkatkan risiko serangan asma dan PPOK," katanya.

Mikroplastik bisa terbentuk primer, kata dia, contohnya dari kosmetik, produk perawatan diri, detergen, dan insektisida.

"Sedangkan mikroplastik skunder misalnya berasal dari botol plastik, kantong plastik, penyimpanan makanan, dan lain-lain," ucapnya.
Mikroplastik dapat terbawa di udara, mengalami pengendapan kering dan basah di permukaan bumi. Material itu, lanjut dia, dapat ditemukan di air, menempel di sayuran, makanan dan tertelan ke dalam tubuh. Sedangkan yang ada di udara permukaan dapat terhirup lewat saluran napas dan masuk ke paru.

Guna mengurangi risiko terhirupnya mikroplastik, dia mengingatkan untuk menggunakan masker saat aktivitas di luar ruangan, terutama saat polusi atau banyak debu.

"Meningkatkan daya tahan tubuh dengan istirahat cukup, makan bergizi," kata Agus Dwi Susanto.

Dia juga mengingatkan untuk mengurangi kadar mikroplastik di udara dengan tidak membakar sampah, mengelola sampah secara baik, serta mengurangi produk plastik dalam keseharian.