NEWS

FKBI Kecam Penolakan Pasien di RS Papua: Melanggar HAM!

Abraham Kabey (tengah) bersama kedua cucunya di pusara mendiang Irene Sokoy, ibu hamil yang meninggal bersama bayinya setelah ditolak beberapa rumah sakit, di Kota Jayapura, Provinsi Papua. Foto: Antara
Abraham Kabey (tengah) bersama kedua cucunya di pusara mendiang Irene Sokoy, ibu hamil yang meninggal bersama bayinya setelah ditolak beberapa rumah sakit, di Kota Jayapura, Provinsi Papua. Foto: Antara
apakabar.co.id, JAKARTA - Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi menyebut penolakan terhadap pasien merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Tulus menyampaikan pernyataan tersebut untuk menanggapi kasus meninggalnya seorang ibu, Irene Sokoy, dan bayi di dalam kandungannya akibat ditolak oleh empat rumah sakit di Kota Jayapura, Provinsi Papua.

"Kasus tersebut ironis, bahkan tragis, baik pada konteks kemanusiaan, konstitusi, maupun regulasi yang sudah ada. Pelayanan kesehatan basisnya adalah kemanusiaan, jadi siapapun, baik secara profesional maupun institusional, tidak boleh menolak pasien yang meminta pertolongan dan pengobatan," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Rabu (25/11).

Ia juga mengecam salah satu rumah sakit yang mewajibkan pasien membayar uang muka sebesar Rp4 juta dengan alasan kamar untuk pasien BPJS Kesehatan sudah habis.

"Terhadap kasus pasien di Jayapura tersebut, maka seharusnya pihak rumah sakit melakukan pertolongan pertama pada pasien karena keselamatan harus menjadi prioritas utama. Jadi, keempat rumah sakit di Jayapura yang menolak pasien sehingga meninggal dunia adalah pelanggaran kemanusiaan," ujar dia.
Selain itu, lanjut dia, pada konteks regulasi, menolak pasien termasuk melanggar Undang-Undang Nomor 17/2024 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah 28/2024 tentang Kesehatan.

Pelanggaran tersebut bisa berdimensi pada 3 hal, yakni pelanggaran administratif, pelanggaran keperdataan, dan pelanggaran pidana.

Pada perspektif administratif, pelanggaran rumah sakit di Jayapura yang menolak pasien bisa dicabut izin operasional, baik oleh Kemenkes, Pemprov Papua maupun Pemkot Jayapura.

Pada perspektif keperdataan, tenaga kesehatan dan pihak rumah sakit di Jayapura bisa dituntut untuk memberikan ganti rugi kepada pasien atau keluarga pasien.

Sedangkan pada konteks pidana, tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit di Jayapura tersebut bisa dikategorikan delik pidana.

"Pihak kepolisian bisa melakukan tindakan projustitia atau penyelidikan atas dugaan pidana tersebut, dan kasus ini bukan kasus pidana atau delik aduan, jadi polisi tidak perlu menunggu aduan dari korban atau keluarga pasien,"ujarnya.

Tulus juga menegaskan agar Kemenkes tidak ambigu dalam menerapkan sanksi, bahkan jika perlu, Kemenkes bisa melakukan tindakan investigasi yang meluas, artinya bukan hanya rumah sakit di Jayapura saja, sebab fenomena serupa berpotensi dapat terjadi di daerah lain.

"Kasus di Jayapura harus menjadi momentum refleksi bagi semua pelayanan kesehatan di tiap level. Keselamatan pasien tidak bisa dikompromikan dengan aspek apapun karena pelayanan kesehatan adalah hak asasi bagi masyarakat dan warga negara," tuturnya.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengaku sudah mengirimkan tim ke Papua terkait dugaan penolakan penanganan rumah sakit yang menyebabkan Irene Sokoy dan bayi yang dikandungnya meninggal dunia.

"Sekarang kita sudah kirim tim, sudah sampai di sana untuk menganalisa masalahnya di mana," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin ditemui usai membuka The 1st National Forum of The Indonesian Health Council di Jakarta, Selasa.

Tim yang dikirim oleh Kemenkes akan melakukan investigasi bersama Dinas Kesehatan setempat. Apabila ditemukan indikasi pelanggaran, akan dikenakan sanksi tegas bagi rumah sakit yang diduga menolak pasien.