NEWS

Guru Besar UGM Minta Skema Belanja Prioritas Daerah Dikaji Ulang

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (kanan) bersama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri) menyampaikan paparan pada konferensi pers APBN KiTa edisi Oktober 2025 di Jakarta, Selasa (14/10/2025). Foto: Antara
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (kanan) bersama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri) menyampaikan paparan pada konferensi pers APBN KiTa edisi Oktober 2025 di Jakarta, Selasa (14/10/2025). Foto: Antara
apakabar.co.id, JAKARTA - Guru Besar bidang Tata Kelola Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Gabriel Lele menilai perlu ada evaluasi terhadap skema belanja prioritas daerah menyusul penurunan alokasi Transfer ke Daerah (TKD) dalam RAPBN 2026.

"Perlu dihitung ulang belanja prioritas dan skema desentralisasi fiskal yang ideal perlu dibicarakan kembali," ujar Gabriel dalam keterangannya dikutip di Jakarta, Sabtu (25/10).

Ia menjelaskan bahwa dilema yang dihadapi pemerintah daerah akibat pemangkasan anggaran TKD tersebut berangkat dari minimnya kemandirian fiskal.

"Mayoritas penerimaan daerah itu berasal dari pusat, dan itu menimbulkan ketergantungan yang besar," katanya.
Menurutnya, ketika kebijakan fiskal dari pusat berubah, dampaknya akan sangat besar terhadap kemampuan daerah mengelola program pembangunan.

Ia juga menyoroti serangkaian kebijakan belanja yang bersifat mengikat yang ditetapkan pemerintah pusat.

"Pemerintah pusat melalui kebijakan terbaru mengatakan bahwa belanja rutin, gaji, dan tunjangan tidak boleh lebih dari 30 persen. Ditambah lagi infrastruktur sekian persen, pendidikan 20 persen, dan kesehatan," jelasnya.

Gabriel menilai kondisi tersebut kian berat karena di saat bersamaan pemerintah pusat menambah beban belanja pegawai daerah melalui pengangkatan masif pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

"Pusat mengatakan belanja pegawai tidak boleh dari 30 persen, tapi pusat memberi tambahan beban ke daerah. Tentu ini tidak konsisten," tegasnya.
Dosen pengampu mata kuliah Public Sector Ethics and Accountability Fisipol UGM itu menambahkan, kekakuan struktur belanja ini membuat banyak program pembangunan dan janji kampanye kepala daerah tidak dapat terealisasi.

"Diskresi atau keleluasaan kepala daerah untuk benar-benar responsif terhadap kebutuhan lokal, apalagi janji politik, jadi semakin sedikit," ujar dia.

Gabriel memperkirakan besar kemungkinan pemerintah daerah akan menaikkan tarif retribusi atau pajak untuk menutup kekurangan TKD.

"Yang bisa dimainkan itu retribusi, tapi itu mengharuskan pemda bekerja keras. Ada juga yang paling cepat, pemerintah tak perlu bekerja keras, tetapi besaran nilai pajak yang dibayar publik kemudian dinaikkan ugal-ugalan," jelasnya.