NEWS

Kaltim Darurat Tambang: Menteri LH Janji Evaluasi Sebulan

Foto drone Lokasi tambang ilegal di dalam Kawasan HPT Pelangan RTK.07, Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, NTB, Kamis (30/10/25). Foto: Antara
Foto drone Lokasi tambang ilegal di dalam Kawasan HPT Pelangan RTK.07, Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, NTB, Kamis (30/10/25). Foto: Antara
apakabar.co.id, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol memastikan kementerian akan melakukan evaluasi menyeluruh dalam waktu dekat terkait kondisi darurat 1.700 lubang tambang yang belum direklamasi di Kalimantan Timur (Kaltim). 

“Segera kami evaluasi ya. Mungkin perlu waktu 1 bulan ya kita untuk mendetailkan analisanya,” ujar Hanif melalui pesan Whatsapp, Kamis malam (12/5). 

Ia menambahkan bahwa setelah evaluasi rampung, kementerian akan menyusun rencana kerja serta tindak lanjut lapangan. 

Evaluasi ini dinilai penting untuk menjawab situasi darurat di lapangan, termasuk desakan publik agar tak ada lagi korban jiwa di lubang tambang, serta dorongan agar izin baru dihentikan sementara sampai reklamasi dan penegakan hukum benar-benar tuntas. 

Hanif menanggapi singkat lanjutan pesan media. “Iya,” tulisnya. Ia menjelaskan saat ini tengah menangani persoalan banjir di Sumut. “Ini lagi handel banjir Sumut dulu,” lanjutnya.


Sebelumnya, anggota Komisi XII DPR RI Syafruddin meminta Kementerian Lingkungan Hidup memperketat izin Amdal dan pengawasan lingkungan terhadap kegiatan pertambangan di Kalimantan Timur. 

Ia menyebut persoalan lubang tambang di Kaltim sudah masuk kategori darurat karena banyak yang belum direklamasi dan telah menelan korban jiwa. 

“Kalimantan Timur sangat rawan karena di sana ada banyak perusahaan raksasa yang bergerak di sektor pertambangan yang terus menggunduli hutan, mencemari sungai dan mencemari air di sana,” ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi XII dengan Menteri Lingkungan Hidup, Rabu (3/12).

Syafruddin menyebut terdapat kurang lebih 1.700 lubang tambang yang belum direklamasi dan telah menyebabkan 51 anak meninggal. Ia meminta pemerintah memperketat proses perizinan agar keselamatan masyarakat tidak terus terabaikan. 

“Jadi, saya kira konkret pimpinan dan Pak Menteri mohon kepada perusahaan-perusahaan yang mengajukan Amdal dan seterusnya tolong diperketat,” katanya. Ia juga berharap pemerintah pusat memberi perhatian khusus agar Kaltim tidak mengalami bencana ekologis serupa kasus di Pulau Sumatra. 

Syafruddin kembali menegaskan pentingnya pengawasan lebih ketat terhadap lebih dari 1.700 tambang yang beroperasi di Kaltim. Ia mengingatkan tingginya aktivitas tambang membuat Kaltim sangat rentan terhadap bencana ekologis. 

“Kita punya 1.700 lebih tambang di Kaltim. Kalau pengawasan tidak diperketat, risikonya besar. Jangan sampai kejadian yang di Sumatra terulang di sini,” ujarnya. Ia juga mengajak masyarakat melapor jika menemukan penyimpangan operasional tambang. 

Izin tambang lebihi luas daratan

Kritik serupa disampaikan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) yang menyoroti maraknya aktivitas tambang dan laju deforestasi di Kaltim. JATAM menyebut rusaknya tutupan hutan dalam skala besar telah merusak fungsi hidrologis dan memicu banjir serta longsor, sebagaimana terjadi di sejumlah wilayah Sumatera. 

JATAM mencatat tumpang tindih besar dalam pola perizinan kehutanan, tambang, dan perkebunan. Luas daratan Kaltim hanya 12,7 juta hektare, tetapi total izin mencapai 13,8 juta hektare sehingga melebihi luas wilayah. 

Windy Pranata dari Divisi Advokasi dan Database JATAM mengatakan BPBD mencatat 980 kejadian banjir di Kaltim sepanjang 2018–2024. Ia menilai rangkaian bencana ini terkait obral izin, pembukaan lahan tambang, kerusakan lingkungan, dan maraknya aktivitas ilegal. 


Situasi disebut berpotensi memburuk dengan rencana penambangan skala besar PT Pari Coal di hulu Sungai Mahakam. Kaltim juga tercatat sebagai provinsi dengan laju deforestasi tertinggi pada 2024.

“Kaltim sudah menunjukkan tren bencana yang tercipta dari kebijakan politik ruang yang tidak mengutamakan kerentanan bencana dan keselamatan rakyat,” ujarnya, Selasa (2/12).

Ia menambahkan hampir seluruh wilayah Kaltim masuk kategori rawan banjir dan longsor, termasuk banjir besar Berau pada Mei 2021 yang menelan 2.308 KK terdampak. 

JATAM menegaskan pemerintah harus mengambil langkah untuk mencegah Kaltim mengalami bencana ekologis seperti Sumatera.

Langkah itu mencakup perubahan haluan kebijakan, pencabutan izin yang merusak lingkungan, penghentian ekspansi tambang di hulu sungai dan zona rawan bencana, serta pengembalian ruang kelola kepada masyarakat lokal dan adat.