News  

Kisah Pilu Maria Evin, Kemensos Turun Tangan

Maria Evin (kedua kiri) bersama anak-anak dan cucunya di Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu (25/2/2024). Kementerian Sosial langsung membantu Maria Evin setelah kisahnya mencuat di media massa. Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA – Maria Evin (40), warga Dusun Heso di dataran tinggi Nusa Tenggara Timur tak kuasa menahan haru saat utusan dari Kementerian Sosial datang membawa kabar baik.

Utusan tersebut memberitahu jika Menteri Sosial Tri Rismaharini akan datang berkunjung ke rumahnya.

“Ibu jangan sedih ya, Bu Mensos mau ke sini,” ujar anggota Kementerian Sosial itu sambil memeluk Maria Evin.

Mengetahui hal itu, Maria Evin beserta anaknya beranjak pulang. Tak lupa ia menunjukkan arah rumahnya yang masuk wilayah Kecamatan Lamba Leda, Nusa Tenggara Timur.

Sesampainya di rumah, didapati ruangannya hanya berukuran dua kali tiga meter tempat Maria bersama tiga anaknya tinggal. Sehari-hari, Maria ditemani tiga anaknya yakni Riski, Ridwan, dan Hilda. Anak perempuannya yang paling besar telah menikah dan tinggal bersama suaminya di kampung sebelah.

Maria Evin (kedua kiri) memeluk seorang anggota Kementerian Sosial ketika ditemui di depan rumahnya di Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu (25/2/2024). Kementerian Sosial langsung membantu Maria Evin setelah kisahnya mencuat di media massa. Foto: ANTARA

Rumah tersebut, kata Maria, dibangun seadanya, dan tidak memberikan perlindungan yang baik. Hal itu terlihat dari dindingnya berbahan kayu yang sudah dimakan usia.

Sementara di bagian atap terlihat banyak sekali celah. Jika hujan turun, dipastikan ada butiran air yang masuk. Dalam kondisi terburuk, tak ayal Maria terpaksa mengungsi ke rumah tetangganya demi mendapatkan perlindungan.

Di dalam gubuk itu, hanya ada dipan reyot dengan alas biru, tempat Maria dan anak-anaknya tidur. Lalu tak jauh dari pintu, letak dapur mereka berada.

Dapurnya sangat sederhana. Bagian atasnya terdapat rak, tempat menyimpan kayu bakar yang digunakan untuk memanaskan air di periuk yang digantung di bawahnya.

Saat malam, gelap menyelimuti rumah itu. Gubuk Maria memang belum dialiri listrik. Agar tidak hanyut dalam gelap, perempuan itu menyalakan pelita berbahan minyak tanah.

Ketika rumah-rumah disekitarnya sudah dialiri listrik, rumah Maria masih berkutat dengan keremangan karena dia tidak memiliki cukup biaya untuk memasang jaringan PLN.

Pekerjaannya sebagai buruh tani dengan upah Rp25.000 per hari membuatnya tidak punya banyak pilihan. Ia harus menjalani hidupnya dengan penuh semangat meskipun serba kekurangan.

Dia bahkan harus mengumpulkan batu kali untuk dijual. Dalam sebulan, seukuran satu dump truck berisi batu-batu itu dihargai Rp350 ribu.

Karena keterbatasan ekonomi, salah seorang putra Maria terpaksa berhenti sekolah demi membantu mamanya bekerja.

Cerita perjuangan Maria Evin sampai juga ke telinga Menteri Sosial Tri Rismaharini. Usai mendapati kabar itu, melalui Sentra Efata di Kupang, bantuan sosial dikirimkan kepada ibu empat anak itu.

Berbagai intervensi dilakukan, seperti pemberian sembako dan alat kebersihan diri, pembuatan kartu identitas dan kartu keluarga baru, hingga fasilitasi kepemilikan tanah.

Maria Evin (kedua kiri) memeluk seorang anggota Kementerian Sosial ketika ditemui di depan rumahnya di Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu (25/2/2024). Kementerian Sosial langsung membantu Maria Evin setelah kisahnya mencuat di media massa. Foto: ANTARA

Intervensi terakhir diperlukan, karena tanah tempat Maria Evin tinggal merupakan milik keluarga besar suaminya. Kemensos hadir memberikan kepastian bagi Maria, agar rumah yang akan dibangun Kemensos tidak menjadi perkara berkepanjangan di kemudian hari.

Informasi yang dikumpulkan menyebut Maria Evin masih memiliki suami. Hanya saja, pria tersebut lebih memilih menetap di Kalimantan bersama istri barunya.

Diketahui, suami pergi meninggalkan kampung sejak tahun 2015 untuk mengadu peruntungan. Pada 2017, Maria dan anak-anaknya sempat ikut ke Nunukan, Kalimantan utara, hingga akhirnya memiliki empat anak di sana.

Sayangnya, selama di Nunukan, Maria dan anak-anak kerap diabaikan. Akhirnya mereka pun kembali ke kampung halamannya pada tahun 2021. Kembali ke NTT, Maria bahkan tidak dinafkahi uang sepeser pun.

Maria Evin diketahui memiliki bakat menenun. Namun karena tidak memiliki modal dan waktu untuk menekuninya, bakat tersebut tidak berkembang.

Oleh karena itu, Kementerian Sosial mempertimbangkan sejumlah hal sebagai tindak lanjut, selain Rumah Sejahtera Terpadu. Caranya dengan memberikan modal untuk usaha menenun, serta ternak babi untuk anak Maria Evin yang putus sekolah.

Dalam kunjungannya ke Nusa Tenggara Timur pada Minggu (25/2), Mensos Risma, di hadapan warga Desa Golo Wune, mengungkapkan kisah Maria Evin harus menjadi pelajaran bagi semua warga. Utamanya laki-laki, agar tidak pergi meninggalkan kampung dan keluarga begitu saja.

Perempuan, kata Risma, perlu berkontribusi dalam pembangunan desa melalui program padat karya. “Kenapa? Karena perempuan kuat. Kalau tidak, tidak mungkin bisa hamil, membawa beban 3 kilogram ke mana saja,” ujarnya.

Desa yang terletak di Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur itu memiliki modal berupa kekayaan alam yang melimpah.

Kanan kirinya diapit persawahan yang berlapis-lapis, serta hamparan hutan yang masih rapat. Dengan sedikit upaya dan kemauan lebih, kata Risma, warga dapat hidup makmur, dan tidak ada lagi Maria Evin berikutnya.

51 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *