apakabar.co.id, JAKARTA – Masyarakat Banjarbaru, Kalimantan Selatan, berencana melaporkan seorang pengusaha tambang berinisial S yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Kasus yang terjadi pada September 2024 ini hingga kini belum menunjukkan perkembangan signifikan, menimbulkan keresahan di kalangan warga.
Ketua LSM Sakutu Kalimantan Selatan, Aliansyah, menyayangkan kurangnya tindakan aparat penegak hukum (APH) dalam menangani kasus tersebut.
Menurutnya, ada kekhawatiran terkait perlakuan yang berbeda dalam penanganan kasus serupa di wilayah lain, seperti di Martapura, yang diproses dengan lebih cepat.
“Kasus ini seakan hilang tanpa ada perkembangan apakah karena melibatkan seorang pengusaha tambang, lalu ada perbedaan dalam penegakan hukum?, ini yang harus dijelaskan oleh pihak kepolisian,” kata Aliansyah saat dikonfirmasi, Senin (27/1).
Pihaknya bersama tokoh masyarakat Banjarbaru berniat melaporkan kasus ini melalui Aduan Masyarakat (Dumas) ke Polresta Banjarbaru.
Mereka mendesak agar kepolisian memberikan perhatian serius agar tidak menambah trauma pada korban dan menciptakan ketidakpercayaan di masyarakat
Aliansyah juga menegaskan bahwa pelecehan seksual terhadap anak adalah delik umum dan tidak boleh dihentikan meskipun laporan dicabut oleh korban. Negara, menurutnya, wajib melindungi anak-anak dari ancaman predator seksual.
“Kejadian ini bisa membuat keresahan dan trauma mendalam jika tidak ditangani dengan serius,” ucapnya.
Selain itu, Aliansyah menduga ada perbedaan perlakuan proses penanganan kasus yang dilakukan Polresta Banjarbaru jika dibandingkan dengan kasus yang terjadi di Martapura.
Saat itu kasusnya langsung cepat ditangani oleh Polres Kabupaten Banjar dan pelaku pelecehan anaknya telah berstatus tersangka.
“Apa yang membedakan kedua kasus ini? Mengapa penanganannya terkesan berbeda, padahal kedua korban sama-sama anak dibawah umur yang seharusnya mendapatkan perlindungan yang sama dimata hukum,” tegas Aliansyah.
Aliansyah menekankan bahwa kasus pelecehan seksual atau rudapaksa terhadap anak merupakan delik umum, yang artinya kasus ini tidak dapat dihentikan hanya karena adanya pencabutan laporan oleh korban atau keluarganya.
Pencabutan laporan dalam kasus ini tidak diperbolehkan karena negara berkewajiban untuk melindungi anak-anak sebagai pihak yang rentan.
Tindakan pelecehan seksual terhadap anak tidak hanya merugikan individu korban, tetapi juga menyangkut kepentingan publik.
“Dengan Dumas ini, kami ingin mengingatkan, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,kasus pelecehan seksual terhadap anak tidak boleh ditutup hanya karena ada pencabutan laporan. Negara harus hadir untuk melindungi anak-anak dari ancaman predator,” pungkasnya.
Saat dikonfirmasi, Kasatreskrim Polresta Banjarbaru, AKP Haris Wicaksono, enggan berspekulasi mengenai status kasus ini dan meminta pihak yang merasa dirugikan untuk datang langsung ke kantor kepolisian guna mendapatkan klarifikasi lebih lanjut.
“Saya bilang, saya tidak bisa spekulasi untuk kasus PPA, korban siapa, tersangka atas nama siapa atau nomer aduan nomer berapa,” Kata AKP Haris Wicaksono Via WhatsApp, Senin (27/01).
“Makanya yang bermasalah monggo ke kantor supaya jelas.Kita sudah arahkan ke kantor tapi ga datang,” pungkasnya.
Kasus ini terus memicu keresahan di kalangan masyarakat, yang berharap pihak kepolisian segera memberikan penjelasan dan penanganan yang transparan serta adil.