Pilu Nakes Dilecehkan Pejabat Pemprov Kalsel Saat Fisioterapis

Kejadiannya sudah tiga kali. Yang terakhir tanggal 11 Desember, dan saat itulah si nakes merekam aksi amoral pejabat Pemprov ini.

Aksi pelecehan seksual diduga dilakukan seorang pejabat Pemprov Kalsel terhadap seorang nakes sebuah RS di Banjarbaru. Foto: Ist

apakabar.co.id, BANJARBARU – Seorang pejabat Pemprov Kalsel diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tenaga kesehatan (nakes) di Kota Banjarbaru.

Terduga pelaku berinisial T (58) berdinas di BPSDM Kalsel. Tugasnya mendidik dan melatih aparatur sipil negara.

Sedangkan, korban adalah seorang nakes berinisial IR (33). Sehari-harinya bertugas di salah satu RS di Banjarbaru.

Sejatinya IR telah melaporkan kasus ini ke Polres Banjarbaru sejak 18 Desember lalu.

Terbaru, pihak kepolisian mengupayakan kedua belah pihak agar berdamai.

Itu salah satunya diduga sebab adanya permintaan pelaku. Di sisi lain korban juga mulanya masih mau memaafkan.

Namun, kata D suami korban (36), pelaku justru merasa tidak bersalah. Tidak ada permintaan maaf sampai hari ini.

D berkata istrinya itu masih mengalami trauma pasca-kejadian.

Ia pun meminta polisi tetap memproses hukum. Apalagi tidak ada itikad baik dari pelaku.

“Benar polisi meminta kasus ini damai, tapi kami ingin mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya,” ujar D kepada media ini, Senin (13/1).

Kronologis Pelecehan

Pelaku adalah pasien fisioterapis. Saat korban menjalankan tugasnya melakukan terapi, saat itulah pelaku berbuat amoral.

Pria paruh baya ini secara tiba-tiba menggerayangi bagian sensitif tubuh korban.

Korban ketakutan. Sempat menegur. Tapi pelaku terus mengulangi aksi amoralnya. Dia pun bingung harus bagaimana.

Di sisi lain bagaimanapun juga IR harus tetap menjalankan tugasnya menerapi pelaku.

“Kejadiannya sudah tiga kali. Yang terakhir tanggal 11 Desember, dan saat itu direkam istri saya supaya ada bukti,” ungkap D.

Pada hari itu juga korban melapor ke dokter kepala instalasi. Kemudian pada 12 Desember melapor ke manajemen rumah sakit.

“Untuk meminta perlindungan hukum,” jelasnya.

Selanjutnya, korban mendatangi Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas P3APMP2KB Banjarbaru pada 13 Desember. Di sana, korban meminta pendampingan hukum.

“Kami mau minta bantuan pendampingan hukum, tapi jawabannya dari dinas anggarannya sudah habis karena sudah akhir tahun,” tutur D.

Lima hari berselang, 18 Desember, barulah korban melaporkan ke Polres Banjarbaru didampingi dua orang dari PPA Dinas P3APMP2KB.

“Kami berharap dengan dilaporkannya ke polisi ada efek jera bagi pelaku, dan supaya tidak ada korban lain lagi,” harapnya.

Terpisah, Kepala Humas Polres Banjarbaru, Ipda Kardi Gunadi, mengatakan pihaknya masih menyelidiki kasus ini.

“Kami sudah melakukan pemanggilan para saksi, korban, dan pelaku. Kasus ini masih diselidiki untuk memastikan ada tidaknya perbuatan tindak pidana kekerasan seksual,” ucap Ipda Kardi.

Restorative justice

ILUSTRASI polisi. Foto via Radar Bekasi

Analis kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) melihat polisi mengambil langkah keliru.

“Cara pandang polisi keliru terhadap RJ [restorative justice],” kata Bambang Rukminto, Senin (13/1).

Restorative justice adalah istilah penyelesaian perkara di luar proses hukum di kepolisian.

“Jangan lupa, semangat RJ salah satunya keberpihakan melindungi hak-hak korban. Bukan melindungi pelaku,” pungkas Rukminto.

6,612 kali dilihat, 54 kunjungan hari ini
Editor: Fariz Fadillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *