News  

Potensi Perpecahan, Menag Ingatkan Bahaya Nasionalisme Ekslusif

Menteri Agama Nasaruddin Umar. Foto: Kemenag

apakabar.co.id, JAKARTA – Menteri Agama Nasaruddin Umar mengingatkan tentang bahaya nasionalisme eksklusif yang bisa melahirkan perpecahan sehingga perlu didorong nasionalisme inklusif agar menjadi fondasi utama dalam merawat keberagaman bangsa.

“Nasionalisme yang eksklusif hanya akan melahirkan segregasi. Kita butuh nasionalisme inklusif yang mampu mengintegrasikan keberagaman tanpa menegasikan identitas agama, budaya, maupun etnis,” ujar dia di Jakarta, Rabu (30/7).

Dia mengatakan hal itu pada acara Dialog Nasional Ormas Islam dan OKP Islam digelar Direktorat Penerangan Agama Islam, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama di Jakarta.

Baca juga: PDIP: Selamat Jalan Kwik Kian Gie, Sang Guru Bangsa

Ia menjelaskan nasionalisme inklusif yang diusung Indonesia berbeda dengan nasionalisme berbasis etnis atau agama tertentu, seperti yang berkembang di beberapa negara lain.

Nasionalisme Indonesia berdiri di atas semangat Pancasila yang mengakomodasi seluruh elemen masyarakat tanpa diskriminasi.

“Islam bukan dari Indonesia, Hindu bukan dari Indonesia, Kristen pun bukan. Tapi semua bisa tumbuh dalam konteks kebudayaan Indonesia. Di sinilah pentingnya proses indonesianisasi ajaran, bukan arabisasi, bukan indiaisasi, bukan westernisasi,” kata dia.

Menurut dia, tantangan geopolitik global saat ini justru menguji ketangguhan nilai-nilai kebangsaan.

Baca juga: BMKG Cabut Status Peringatan Dini Tsunami Usai Gempa di Rusia

Ketika banyak negara mengalami fragmentasi identitas, kata dia, Indonesia berhasil mempertahankan keutuhan berkat fondasi keberagaman yang dijaga melalui pendekatan inklusif dan moderat.

Ia mencontohkan tentang perempuan di Indonesia memiliki akses dan peran publik yang lebih luas dibandingkan di negara-negara di kawasan Timur Tengah.

“Pasar-pasar tradisional kita, penjual dan pembelinya banyak perempuan. Masjid kita pun bisa diisi bersama. Ini tidak bisa dipaksakan dengan pendekatan tekstual yang kaku, tapi harus kontekstual,” kata dia.

6 kali dilihat, 6 kunjungan hari ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *