News  

Revisi KUHAP Dinilai Bahaya, Mahasiswa dan Pakar Hukum UNS Angkat Suara

Universitas Sebelas Maret (UNS). Foto: istimewa

apakabar.co.id, JAKARTA – Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menuai sorotan tajam dari kalangan mahasiswa dan akademisi hukum.

Perubahan yang memberikan kewenangan penyidik untuk melakukan penangkapan langsung tanpa prosedur ketat dinilai rawan disalahgunakan.

Gejolak muncul dari BEM Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta hingga ramainya pembicaraan di media sosial seperti yang diunggah oleh mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Daffa Rizqy. Dalam unggahannya revisi KUHAP dinilai berbahaya.

“Ada tiga alasan. Pertama memperluas alasan polisi menangkap kita. Kedua kamu bisa dipanggil polisi tak tahu status hukumnya apa. Ketiga memperluas wewenang penjebakan. Kita awasi,” terang dia banyak mendapat komentar balasan di medsos.

Adapun Wakil Presiden BEM UNS 2025, Muhammad Hafizh Fatihurrizqi mengaku khawatir dengan revisi KUHAP.

Di mana mahasiswa masih mendikusikan. Sama seperti revisi UU TNI kemarin yang diprotes mahasiswa dengan turun ke jalankarena janggal.

“KUHAP sedang tertindih oleh RUU-RUU yang lain makanya lepas dari pandangan. Kami akan menyuarakan. Kami masih pada mudik. Jangan sampai revisi ini merugikan masyarakat,” papar dia saat diskusi di Wedangan Basuki, Kota Solo.

Menurut Pakar Hukum yang juga Dekan Fakultas Hukum (FH) UNS, Muhammad Rustamaji, dalam revisi KUHAP memberikan kewenangan penyidik untuk bisa melakukan penangkapan langsung.

Itu tertuang dalam Pasal 5 Ayat 2 Huruf a yakni penyidikan atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa penangkapan, larangan meninggalkan tempat hingga penggeledahan dan penahanan.

“Konsepnya itu yang disebut dengan tindakan polisional, ada upaya paksa. Padahal empat pilar penegakan hukum ada penyidikan, penuntutan, pemeriksaan dan penuntutan pidana. Lha revisi memberikan kesempatan penahanan itu,” ungkapnya.

Rustamaji menekankan, kewenangan baru penyidik polisi terkait dengan penangkapan langsung, dikhawatirkan ke terjadi potensi abuse of power.

Mengingat mengikuti KUHAP sebelumnya, harus dikeluarkan dahulu surat penangkapan.

Terlebih penangkapan itu harus ada standarnya. Harus ada berita acara pemeriksaan (BAP).

Sehingga jika keluar dari tujuannya, akan mencederai asas praduga tidak bersalah. Meskipun dalam pasal yang lain sudah ada ruang pra pradilan.

“Ini takutnya menjadi abuse of power. Kekhawatiran masyarakat wajar. Kita harus tanya penangkapan serampangan atau tidak, sesuai tujuan atau di luar kewenangan. Bahkan penyelidik yang pangkatnya Aiptu ke bawah bisa melakukan penangkapan,” akunya.

Lebih lanjut Rustamaji menerangkan, selain itu revisi KUHAP membuat penyidik Polri menempati posisi baru karena disebutkan penyidik utama. Di mana hal itu membuat memberikan kewenangnan yang besar pada kepolisian.

“Penyidik Polri jadi koordinator penyidik-penyidik yang lain karena menjadi penyidik utama. Terutama penyidik PNS,” terang dia.

Menurutnya, yang dipertanyakan kemudian adalah seakan Polri memonopoli YURISDIKSI investigatif. Polri menjadi primus inter pares (yang pertama di antara yang lain), sehingga menyebabkan kepolisian yang diutamakan.

Seharusnya kalau mengusung kesetaraan, tidak ada istilah penyidik utama. Sementara sebelumnya hanya ada penyidik umum dan khusus.

“Kemudian bisa mengecek koordinasi horizontal dengan Kejaksaan. Padahal Kejaksaan sebagai penuntut tunggal. Bahkan ,” jelasnya.

“Ada sub koordinasi yang kemudian independensi penyidik PNS terganggu. Padahal penyidik PNS kan harus independen. PPNS itu penting sebagai penegak Perda. Kalau dia dikontrol oleh polisi gak bisa bebas. Pertanggungjawaban pidana berubah,” paparnya.

Dia menambahkan, masih ada waktu bagi DPR dan pemerintah untuk menggelar kajian-kajian dan diskusi publik membendah revisi KUHAP sebelum disahkan.

Meskipun waktunya mepet. Jangan sampai pengesahan terburu-buru karena masih banyak yang dipertanyakan.

“Khususnya soal penyidik utama atau posisi penyidik PNS dibawah polisi harus dibedah lagi, juga soal penahan. Yang namanya masyarakat khawatir dan curiga kan wajar.

 

12 kali dilihat, 12 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *