1446
1446

RUU TNI Disahkan Hari Ini, Ancaman bagi Demokrasi dan Independensi Sipil

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad (ketiga dari kiri) dalam konferensi pers yang dihadiri oleh pimpinan Komisi I DPR dan perwakilan dari masing-masing fraksi yang digelar di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/3). Foto : DPR

apakabar.co.id, JAKARTA – Meski menuai penolakan tajam dari berbagai elemen masyarakat, Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI tetap dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan pada hari ini, Kamis (20/3).

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, memastikan bahwa RUU TNI yang telah dibahas dalam rapat Selasa (18/3) akan segera disahkan.

“Ya, besok (hari ini) akan dibawa ke paripurna,” kata Dave Laksono.

Sebanyak 8 fraksi mendukung pengesahan RUU ini, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PKS, PAN, dan Partai Demokrat, meski dengan berbagai catatan penting yang masih harus diperhatikan.

Namun, pengesahan RUU TNI ini tidak lepas dari kritik keras. Banyak kalangan yang menganggap RUU ini dapat mengancam prinsip demokrasi, merusak reformasi militer, dan membuka ruang bagi dwifungsi militer.

Peningkatan Kewenangan TNI di Luar Sektor Militer

Salah satu poin yang dikhawatirkan adalah perpanjangan usia pensiun perwira TNI yang dapat berdampak pada meningkatnya jumlah perwira non-job.

Perwira yang tidak aktif ini dikhawatirkan akan ditempatkan di lembaga negara atau BUMN, yang berisiko memunculkan potensi konflik kepentingan.

Data Ombudsman tahun 2020 menunjukkan bahwa beberapa komisaris BUMN bahkan merangkap jabatan, termasuk anggota TNI aktif.

RUU ini juga memungkinkan perwira TNI aktif untuk menduduki sejumlah jabatan strategis di kementerian dan lembaga negara, termasuk Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.

Hal ini membuka peluang bagi militer untuk terlibat dalam urusan sipil, yang dapat mengancam independensi peradilan dan prinsip supremasi sipil.

Ancaman Terhadap Netralitas Militer dan Demokrasi

Kekhawatiran lainnya adalah potensi keterlibatan militer dalam politik domestik.

RUU ini memungkinkan TNI untuk mengisi jabatan di Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, yang berisiko membuat militer terlibat dalam keputusan politik yang seharusnya diatur oleh pemerintah sipil. Hal ini tentu berbahaya bagi kebebasan sipil dan netralitas militer.

Lebih lanjut, RUU ini juga memungkinkan operasi militer selain perang dilakukan tanpa persetujuan DPR, yang memberikan kekuasaan besar kepada presiden tanpa adanya mekanisme checks and balances.

Kebijakan ini dianggap berisiko membuka celah penyalahgunaan kewenangan dan melemahkan pengawasan dari lembaga legislatif.

Mengancam Ruang Sipil

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) turut mengkritik RUU ini karena berpotensi mengekang ruang sipil dan membatasi kebebasan masyarakat.

Dengan memberikan kewenangan besar kepada TNI, Polri, dan Kejaksaan, RUU ini dikhawatirkan akan membuka jalan bagi pendekatan militeristik dalam mengatasi berbagai masalah sosial, yang justru dapat mengancam demokrasi.

Dengan berbagai potensi ancaman tersebut, banyak pihak yang menyerukan penolakan terhadap RUU TNI ini.

Mereka berharap agar DPR dan pemerintah dapat mempertimbangkan kembali pengesahan RUU ini demi menjaga prinsip-prinsip demokrasi, netralitas militer, dan kebebasan sipil di Indonesia.

 

105 kali dilihat, 105 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *