Sumardi Divonis Bersalah, Duka bagi Petani Indonesia

Sumardi adalah petani asal Desa Rantau Bakula, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Divonis bersalah setelah tanaman pangan warga dirusak ulah perusahaan batu bara.

PETANI MENANGIS DI NEGERI AGRARIS: Aksi solidaritas masyarakat dan mahasiswa di Pengadilan Negeri Martapura, Rabu 20 November 2024. Foto: Walhi Kalsel

apakabar.co.id, JAKARTA – Setelah melalui serangkaian persidangan, Sumardi, 64 tahun, divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Martapura.

Petani Desa Rantau Bakula ini dipenjara setelah singkong dan pisang yang dirawat warga berbulan-bulan rusak akibat ulah perusahaan tambang.

Pengadilan Martapura memutuskan Sumardi bersalah atas pengancaman terhadap Huang Yongsheng, manajemen PT Merge Mining Industri (MMI).

“Menyatakan terdakwa Sumardi terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana,” jelas hakim pengadilan Martapura, Rabu (20/11).

Hakim kemudian menjatuhkan pidana tiga bulan penjara kepada petani Sumardi. Pidana tidak perlu dijalani kecuali di kemudian hari Sumardi berbuat pidana sebelum masa percobaan lima bulan berakhir.

Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyo menyayangkan vonis bersalah kepada Sumardi. Vonis itu semakin menegaskan bahwa keadilan bagi para petani dan pejuang lingkungan dan agraria di negara ini, sebut Kis, seolah telah dikebiri ‘mati’ berkali-kali.

“Sumardi hanya satu di antara banyak rakyat kecil yang dipaksa tunduk pada arogansi investasi dan kekuasaan penguasa dan pemodal,” jelas Kis.

Seharusnya hakim membebaskan Sumardi. Sebab ia seorang petani yang notabene juga pejuang lingkungan dan agraria yang mengelola lahan dengan segala keterbatasan bahkan menjadi subjek keberlanjutan lingkungan.

Sumardi dan Direktur Walhi Kalsel kisworo Dwi Cahyono. Foto: Dok.Walhi

Vonis bersalah terhadap Sumardi juga bertentangan dengan Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

“Seharusnya aparat penegak hukum juga melihat dari sudut pandang hukum Anti-SLAPP yang mungkin masuk kategori dan beririsan dalam perkara ini,” sambung Kis.

Strategic Lawsuit Against Public Participation atau Anti-SLAPP adalah jaminan hukum kepada masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup.

“Seharusnya Sumardi tidak bisa dipenjara karena membela hak atas lingkungan hidupnya,” kata Kis.

PT. MMI merupakan sebuah perusahaan tambang batu bara bawah tanah asal Cina. Catatan Walhi, perusahaan ini sangat kontroversial. Banyak dugaan pelanggaran operasi.

Misalnya, rumah warga yang retak akibat aktivitas perusahaan, land subsidence di lahan pertanian sawah dan kebun warga, persoalan legalitas tenaga kerja asing dan pelanggaran daya dukung dan daya tampung lingkungan.

“Ini belum termasuk soal dugaan tumpang tindih wilayah operasinya,” sambung Kis.

Karenanya, Walhi mendesak pemerintah mengevaluasi izin PT MMI. Bukan hanya karena vonis hakim terhadap Sumardi, melainkan telah membawa dampak buruk dan masalah terhadap masyarakat.

Walhi juga mendorong pemerintah segera membentuk peradilan khusus kejahatan lingkungan. Termasuk menindak mafia perizinan yang diduga melakukan penyelewengan kekuasaan hingga menyebabkan konflik di masyarakat.

“Pemerintah semestinya mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan investasi asing,” jelasnya.

99 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Fariz Fadillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *