apakabar.co.id, SAMARINDA – Pengungkapan tambang ilegal di kawasan konservasi Ibu Kota Nusantara (IKN) oleh Mabes Polri kembali memantik kritik keras terhadap penegakan hukum di daerah. Aktivitas yang telah berlangsung sejak 2016 itu diperkirakan merugikan negara hingga Rp5,7 triliun.
Divisi Advokasi dan Database Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Windy Pranata, mengatakan pihaknya telah mencatat sekitar 200 titik tambang ilegal di Kalimantan Timur sejak 2018 hingga 2025. Wilayah Kutai Kartanegara disebut sebagai salah satu yang paling padat aktivitasnya.
Windy mempertanyakan mengapa praktik ilegal berskala besar ini baru terungkap setelah Mabes Polri turun tangan, alih-alih diungkap oleh aparat kepolisian setempat.
“Ini menjadi pertanyaan besar. Mengapa bukan Polres Kukar atau Polda Kaltim yang bergerak? Padahal wilayahnya jelas berada di bawah kewenangan mereka,” ujarnya.
Menurut Windy, tambang ilegal kerap muncul di area bekas Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah dicabut. Area ini kemudian diambil alih oleh penambang tanpa izin resmi, yang tetap beroperasi dengan peralatan lengkap dan dokumen teknis seperti peta deposit batubara.
“Ini bukan pekerjaan iseng. Para pelaku memiliki data teknis dan jaringan yang solid. Bahkan warga biasa pun bisa mengenali aktivitas tambang ilegal dari sarana, metode kerja, jenis truk, hingga pola pengamanan yang digunakan,” katanya.
Jatam dan warga disebut telah melaporkan praktik serupa di sejumlah titik, termasuk Kutai Kartanegara, Tawau, dan Samboja. Salah satu titik yang diduga berada di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) juga sempat mereka pantau.
Namun hingga kini, mereka belum menerima panggilan pemeriksaan atau Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).
“Kami terus bertanya: di mana peran aparat selama ini? Laporan sudah disampaikan sejak lama, tapi tak ada tindak lanjut. Apakah memang sengaja dibiarkan selama hampir satu dekade?” tegas Windy.
Ia menilai penindakan sejauh ini hanya menyentuh operator lapangan, tanpa menyasar aktor intelektual, pemodal, maupun jejaring legalitas yang menopang kegiatan ilegal tersebut. Padahal dampaknya sangat besar: kerusakan lingkungan, risiko bencana, hingga potensi kematian akibat lubang tambang terbuka.
“Kerugian negara yang disebut Rp5,7 triliun itu bisa jadi masih jauh dari angka sesungguhnya. Itu baru deflasi batubaranya saja. Sementara praktik serupa masih terjadi di banyak titik lain yang belum tersentuh,” ucapnya.
Jatam mendesak penindakan dilakukan secara menyeluruh, termasuk terhadap perusahaan yang meminjamkan dokumen izin jual beli batubara, penyusun laporan verifikasi, dan mata rantai distribusi ilegal.
Ia juga mendorong pengawasan ketat di jalur distribusi. Menurutnya, batubara seharusnya hanya bisa didistribusikan lewat pelabuhan resmi yang terkoneksi langsung dengan lokasi tambang, bukan dikirim bebas menggunakan kontainer melalui pelabuhan umum.
Kapolda Kalimantan Timur Irjen Endar Priantoro menyatakan pihaknya tetap berkomitmen menindak tambang ilegal. Ia menyebut sejak April hingga Juli 2025, delapan kasus tambang tanpa izin berhasil diungkap di wilayahnya.
“Dari delapan kasus tersebut, satu tambang emas ilegal di Kutai Barat, dan tujuh tambang batubara di Kutai Kartanegara dan Samarinda,” ujar Endar dalam keterangannya.
Salah satu kasus menonjol terjadi di kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman, Samarinda. Pada 4 Juli lalu, seorang pemodal berinisial R ditangkap dan kini ditahan di Rutan Polda Kaltim.
Wadirreskrimsus Polda Kaltim, AKBP Meilki Bharata, menambahkan bahwa penyidikan masih berjalan dan tidak menutup kemungkinan ada pelaku lain, termasuk dari unsur korporasi.
Sementara itu, pengungkapan besar oleh Bareskrim Polri mengamankan 351 kontainer berisi batubara ilegal di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, dengan total sekitar 7.000 ton batubara. Aktivitas tersebut disebut telah berlangsung sejak 2016, jauh sebelum kawasan itu ditetapkan sebagai IKN.
Kapolda Kaltim menyatakan dukungan penuh terhadap proses penyidikan Mabes Polri.
“Kami akan mendukung penuh proses hukum tambang ilegal di kawasan IKN. Ini bagian dari upaya menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.
Polda Kaltim juga berjanji akan merilis detail delapan kasus tersebut dalam waktu dekat serta memperkuat koordinasi dengan instansi pusat dan daerah.