apakabar.co.id, JAKARTA – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menerangkan vonis pidana mati yang dijatuhkan hakim banding Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau kepada Kompol Satria Nanda menjadi pembelajaran bagi personel Polri lainnya agar tidak bermain-main dengan narkoba.
Mantan Kepala Satuan Reserse Narkoba Polresta Berelang tersebut sebelumnya terjerat pidana hukuman seumur hidup dari putusan Pengadilan Negeri Batam. Pengadilan Tinggi Riau kemudian mengubah menjadi putusan pidana mati.
Hal serupa juga dialami mantan Kanit 1 Satresnarkoba Polresta Barelang, Shigit Sarwo Edi yang dalam putusan bandingnya divonis pidana mati. Keduanya diketahui merupakan pejabat di satuan Satresnarkoba Polresta Barelang.
“Putusan ini menjadi satu pembelajaran untuk siapa saja, khususnya aparat penegak hukum dalam konteks ini kepolisian, agar tidak pernah bermain-main dalam konteks isu narkoba,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam, Rabu (6/8).
Baca juga: MK: Keberadaan Kompolnas Tak Bertentangan dengan UUD 1945
Choirul Anam memaparkan putusan tersebut hendaknya menjadi pedoman bagi internal Polri, terutama terkait putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) Kompol Satria Nanda, yang sampai saat ini masih proses banding di Mabes Polri.
“Keputusan ini harus menjadi pedoman di internal kepolisian, khususnya dalam konteks respons terhadap mekanisme PTDH,” ujar Anam.
Meski putusan banding tersebut belum final karena Kompol Satria Nanda masih mempunyai kesempatan untuk mengajukan kasasi atas putusan pidana mati itu, mantan Komisioner Komnas HAM itu mengatakan putusan banding tersebut membuktikan adanya kejahatan yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
“Yang terpenting ya, dalam konteks keputusan ini, dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman mati itu secara faktual terdapat kejahatan di situ,” ujarnya.
Baca juga: Kontroversi Positif Narkoba Polisi Cuma Dihukum Salat: Polda Belum Final, Kompolnas Rehab
Oleh karena itu, lanjut Anam, Polri hendaknya segera merespons fakta tersebut dengan menuntaskan saksi etik terhadap Kompol Satria Nanda, yakni PTDH atau pemecatan.
“Oleh karenanya, mekanisme internal kepolisian harus segera merespons fakta tersebut dengan apa? ya jika mekanisme PTDH-nya belum final karena banding, segera ada putusan banding juga,” katanya.
Anam menilai putusan PTDH terhadap Kompol Satria Nanda harus segera diputuskan karena sudah ada fakta kejahatan yang dilakukannya.
“Itu yang penting karena itu (putusan, red) sinyal kuat atas fakta kejahatan,” kata Anam.
Baca juga: Flexing Anak Kapolda Kalsel, Kompolnas Turun Tangan
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau mengubah putusan Pengadilan Negeri Batam yang memvonis Kompol Satria Nanda dari pidana seumur hidup menjadi pidana mati.
Putusan ini dibacakan majelis hakim banding yang dipimpin Ketua Majelis Ahmad Shalihin, serta Bagus Irawan dan Priyanto sebagai hakim anggota dalam sidang yang digelar di Tanjungpinang, Selasa (5/8).
Pertimbangan majelis memperberat vonis Satria Nanda karena sebagai kepala satuan hendaknya menggunakan kewenangannya untuk mencegah terjadinya praktik penyisihan barang bukti sabu dalam pengungkapan kasus narkoba yang menjerat sembilan mantan anggota Satresnarkoba Polresta Barelang lainnya.