[WAWANCARA] Diskualifikasi Petahana Banjarbaru Tak Politis

"Jika tidak menindaklanjuti, justru kami yang kena"

Ketua KPU Andi Tenri Sompa. Foto: Bawaslu

apakabar.co.id, JAKARTA – Ketua KPU Kalimantan Selatan, Andi Tenri Sompa menegaskan tak ada unsur politis dalam proses diskualifikasi calon wali kota Banjarbaru, Aditya Mufti Ariffin-Said.

“Asumsi boleh saja. Yang penting kami on the track ke fakta dan data. Begitu kami dapat rekomendasi Bawaslu, tak ada pilihan lain. Kami harus menjalankan. Kalau tidak, kami yang kena,” kata Tenri dihubungi apakabar.co.id via seluler, Jumat (1/11).

Aditya-Said merupakan calon petahana dalam kontestasi pemilihan wali kota Banjarbaru. Diusung mayoritas partai non-parlemen, keduanya bakal head to head dengan Lisa Halaby-Wartono.

Pemungutan suara tinggal hitungan hari, pencalonan keduanya sudah pasti akan dibatalkan KPU atas rekomendasi Bawaslu. Pengawas pemilu mendapati bukti yang cukup atas pelanggaran administrasi Aditya-Said.

Sebelumnya Tenri tak merespons setelah dihubungi berkali-kali. Namun belakangan dia yang kemudian yang menghubungi balik awak media ini.

Tenri lalu bercerita, surat dari Bawaslu Kalsel yang berisi rekomendasi pembatalan Aditya-Said sebagai calon, dia terima dua malam yang lalu. Saat itu dia masih berada di Tanjung Tabalong.

“Saya langsung hubungi KPU Banjarbaru,” jelas Tenri.

Tenri meminta KPU Banjarbaru menelaah, melakukan verifikasi kembali dan konsultasi. Dia juga meminta untuk segera bersurat ke Bawaslu setempat. Agar semalam-malamnya dapat ditindaklanjuti.

“Ya, kami tidak ada pilihan,” jelas komisioner berlatar akademisi ini.

Langkah cepat itu, kata Tenri, tak hanya bersandar pada aturan main KPU (PKPU). Melainkan, hak terlapor. Maksudnya, supaya terlapor juga punya cukup waktu jika tak puas dan ingin mengajukan gugatan ke PTUN.

“Di PTUN kan juga singkat, hanya 14 hari waktunya,” kata Tenri.

Semua proses pun telah dilakukan KPU Banjarbaru. Mereka hanya memiliki waktu tak kurang dari 3 harus untuk mengeksekusi rekomendasi Bawaslu.

“Sudah juga kami komunikasikan semua ke KPU RI, lewat koordinator wilayah, lewat koordinator divisi hukum di sana,” jelasnya.

Tenri kemudian mengutip isi Pasal 139 ayat 2 bahwa KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu provinsi atau kabupaten/kota. “Waktu kita terbatas, itulah mengapa proses ini harus langsung ditindaklanjuti,” kata Tenri.

Bawaslu merekomendasikan Aditya-Said didiskualifikasi KPU. Hasil kajian pengawas pemilu, selama kampanye calon petahana ini terbukti melakukan pelanggaran administrasi dengan memanfaatkan program ‘Bakul Juara’ dan ‘Angkutan Juara’ Pemkot Banjarbaru. Sanksi yang dijatuhkan pun tak main-main.  Mengacu ke Pasal 71 ayat 5 UU Pilkada, sanksinya adalah pembatalan sebagai calon.

Tenri mulanya was-was. Bahwa terlapor terbukti melakukan pelanggaran pada pasal 73. Jika begitu, tindaklanjutnya bisa lebih singkat lagi. Yakni hanya 3 hari. Pasal ini memuat pelanggaran kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif atau TSM.

“Sekali lagi, penyelenggara hanya menjalankan perintah undang-undang. Semua orang boleh melakukan analisis. Tapi fakta dan data yang membuktikan,” pungkas Tenri.

Sebelumnya, pakar kepemiluan Hairansyah memuji sikap berani penyelenggara pemilu. Namun ia melihat tak berlebihan jika publik mengira ini menjadi alat untuk menjegal lawan sebelum bertanding.

Apalagi banyak drama yang mengiringi pencalonan petahana Aditya. Paling menohok adalah aksi borong partai yang dilakukan rivalnya. Putra Gubernur Kalsel dua periode, Rudy Ariffin ini pun nyaris gagal mencalon.

Baru di detik-detik terakhir, MK mengubah ambang batas pencalonan pilkada. Partai-partai nonparlemen seperti Partai Umat pun menyumbangkan suara mereka ke PPP agar Aditya bisa mencalonkan kembali.

Sekarang, yang bisa Aditya lakukan adalah melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke PTUN. “Mari kita tonton kelanjutan drama berikutnya,” ujar komisioner KPU Kalsel dua periode ini.

Tak ada yang salah dengan kotak kosong. Namun jelas tak sehat buat demokrasi. Pakar politik Ujang Komaruddin sudah membaca skema ini sejak jauh hari.

Ujang kemudian mengajak publik bersama-sama memantau proses ini hingga selesai. “Agar persoalan menjadi objektif agar tidak ada tuduhan ada penjegalan,” jelasnya.

Bagi Ujang, skema kotak kosong ini bukanlah barang baru. Banyak terjadi. Ambil contoh di Jakarta. Bakal calon petahana dengan tingkat elektabilitas tertinggi, Anies Baswedan tidak bisa mencalonkan diri.

“Di politik Indonesia yang banyak dramanya, semua bisa terjadi,” ujar dosen Universitas Al-Azhar Indonesia ini.

390 kali dilihat, 2 kunjungan hari ini
Editor: Fariz Fadillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *