Opini  

[OPINI] Tidak Berspekulasi Hukum dan Kawal Bersama Pilkada Banjarbaru

Muhammad Pazri. Foto: Radar Banjarmasin

KPU Banjarbaru telah resmi membatalkan pencalonan pasangan Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah sebagai kandidat wali kota dan wakil di Pilkada Serentak 2024. Keputusan dituangkan dalam Surat Keputusan KPU Nomor 124 Tahun 2024 yang ditetapkan pada 31 Oktober 2024 .

Oleh Muhammad Pazri

KEPUTUSAN tersebut mengacu pada rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu Kalsel. Dari rekomendasi tersebut dan bukti pelanggaran administrasi, KPU Kota Banjarbaru telah menetapkan pembatalan pencalonan. Diskualifikasi muncul dari laporan dugaan pelanggaran administrasi yang dilayangkan calon Wakil Wali Kota nomor urut 01, Wartono dengan nomor 01/REG/LP/PW/Prov/22.00/X/2024.

Informasi pemberitaan di media, pelaporan dugaan pelanggaran oleh Wartono, Wakil Wali Kota  Banjarbaru nonaktif ke Bawaslu Provinsi Kalsel. Sebelumnya Wartono melaporkan enam pelanggaran, mulai dari jargon juara, program bedah rumah, RT mandiri, angkutan feeder, hingga program bantuan sosial anak di bawah Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Empat laporan ditolak, dan dua laporan diterima. Dua laporan yang diterima program Angkutan Juara dan pembagian sembako Bakul Juara.

Kasus pelanggaran administrasi pemilihan tersebut ditangani langsung Bawaslu Kalsel. Bawaslu Kalsel telah merekomendasikan perkara dengan nomor register 01/REG/LP/PW/Prov/22.00/X2024 sebagai pelanggaran administrasi ke KPU Kalsel untuk dapat ditindaklanjuti.

Itu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 139 ayat (1) dan ayat (2). Setelah menerima dan menelaah dengan melihat data dan bukti dalam rekomendasi, KPU Banjarbaru melihat adanya pemenuhan unsur-unsur terkait dugaan pelanggaran pada Pasal 71 ayat (3) juncto ayat (5) UU Pilkada. Maka KPU Banjarbaru mengambil tindak lanjut dengan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 124 Tahun 2024.

Banyak pertanyaan publik, apakah Bawaslu Provinsi Kalimantan selatan melampaui Kewenganganya?

Secara aturan kewenangan Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan tertuang dalam Pasal 3 Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, serta Wali Kota Dan Wakil Wali Kota yang terjadi secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif.

Bawaslu provinsi berwenang melakukan penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM. Dalam melakukan penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Provinsi dibantu oleh sekretariat Bawaslu Provinsi.

Maka dalam hal ini objek yang menjadi pengawasan oleh Bawaslu yakni Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM adalah pelanggaran administrasi terkait larangan memberikan dan/atau menjanjikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih yang dilakukan oleh calon dalam Pemilihan yang dilakukan oleh pasangan calon.

Dengan adanya pelaporan aduan dan fakta yang ditemukan maka Bawaslu Provinsi membentuk majelis pemeriksa, adapun untuk kategori pelapor yakni warga Indonesia yang memiliki hak pilih pada pemilihan setempat, Pemantau Pemilihan yang terakreditasi di KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan cakupan wilayah pemantauannya, Peserta Pemilihan, Tim kampanye Peserta Pemilihan yang didaftarkan kepada KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota, atau Bawaslu Kabupaten/Kota.

Selanjutnya Bawaslu Provinsi menerima, memeriksa, dan memutus laporan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM paling lama empat belas hari dengan bukti untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Mekanisme yang dilakukan Bawaslu yaitu melakukan pemeriksaan pendahuluan, rapat pleno, dan sidang pembacaan putusan pendahuluan dilaksanakan paling lama tiga hari terhitung sejak laporan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM diregister dan dinyatakan diterima.

Apabila dalam putusan dinyatakan terbukti melakukan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM maka Bawaslu Provinsi memerintahkan kepada KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota untuk membatalkan keputusan KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota terkait penetapan terlapor sebagai Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur/Bupati dan Wakil Bupati/Wali Kota dan Wakil Wali Kota sebagai peserta Pemilihan dalam Pemilihan.

Alasan utama dapat dibatalkannya pasangan calon jika terbukti melakukan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM berupa perbuatan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih.

Peraturan Bawaslu Nomor 9/2020 tentang tata cara penanganan pelanggaran administrasi Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil yang terjadi secara TSM pada Pasal 46 salinan putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 disampaikan ke KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, pelapor, dan/atau terlapor, paling lama satu hari setelah putusan laporan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM dibacakan.

Selain disampaikan kepada pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salinan putusan atas laporan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM diunggah melalui laman resmi Bawaslu Provinsi. Sebagaimana dalam peraturan maka akan ditindaklanjuti oleh KPU paling lama satu hari setelah putusan laporan TSM dibacakan.

Mengacu pada Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020, berdasarkan Pasal 47 Ayat (1) Bawaslu berwenang menerima, memeriksa, dan memutus keberatan terhadap putusan atas laporan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM yang ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi.

Itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3). Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan putusan yang menyatakan terlapor tak terbukti melakukan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM. Dan Pasal 48 untuk melakukan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), Bawaslu membentuk majelis pemeriksa. Majelis pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang yang berasal dari Ketua dan Anggota Bawaslu.

Upaya keberatan masih bisa dilakukan kepada Bawaslu dengan memberikan memori keberatan yang harus dimuat yakni identitas pelapor terdiri atas nama dan alamat; identitas kuasa terdiri atas nama dan alamat kantor kuasa.

Jika pelapor didampingi atau diwakili oleh kuasa, kutipan amar putusan Bawaslu Provinsi yang menjadi keberatan, tenggang waktu penyampaian keberatan, alasan keberatan pelapor atas putusan Bawaslu Provinsi, dan petitum atau hal yang dimintakan oleh pelapor.

Batas waktu upaya hukum

Setelah KPU menerima rekomendasi bawaslu , KPU wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu paling lama 7 hari, dalam menindaklanjuti rekomendasi tersebut KPU dilakukan dengan melakukan telaahan hukum kemudian melakukan rapat pleno.

Dalam hal putusan Bawaslu Provinsi atau putusan Bawaslu menyatakan terlapor terbukti melakukan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menindaklanjuti putusan Bawaslu Provinsi atau putusan Bawaslu dimaksud dengan melakukan langkah-langkah.

Yaitu memelajari pertimbangan dan amar putusan Bawaslu Provinsi atau putusan Bawaslu, melaksanakan Putusan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu dengan menerbitkan Keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota paling lambat tiga hari kerja terhitung sejak putusan Bawaslu atau Bawaslu Provinsi diterbitkan, setelah keluar SK pembatalan paslon di KPU.

Batas waktu upaya hukum dan sengketa pelanggaran administrasi, maka dilakukan permohonan ke Mahkamah Agung paling lambat tiga hari sejak ditetapkannya Keputusan KPU. Majelis hakim yang ditunjuk, memutus paling lambat empat belas hari terhitung sejak permohonan diterima oleh Direktur Pranata dan Tatalaksana Perkara Tata Usaha Negara Mahkamah Agung.

Dasar upaya hukum paslon yang dirugikan

Bahwa Ketentuan Pasal 1 Ayat (13) Perma 11/2016 mengatur bahwa permohonan adalah upaya hukum yang diajukan langsung ke Mahkamah Agung oleh pasangan calon terhadap Keputusan KPU tentang sanksi administrasi pembatalan sebagai calon.

Sehingga sebenarnya ketentuan ini dapat dijadikan dasar bagi Pemohon untuk mendapatkan keadilan dan membela hak-hak dasar Pemohon sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk memilih dan hak untuk dipilih sebagaimana diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan dasar moral dan dasar filosofis dari seluruh peraturan yang ada dan berlaku di Indonesia.
Di dalam Pasal 17 Perma 11/ 2016 mengatur bahwa Permohonan diajukan langsung kepada Ketua Mahkamah Agung paling lambat 3 (tiga) hari sejak Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kota ditetapkan dan pengertian hari adalah hari kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (16) Perma 11/ 2016, dan jangka waktu yang ditentukan oleh Perma 11/ 2017.

Upaya Hukum dan Pembuktian

Pembuktian dan pengujian yang harus dilakukan ketika upaya hukum adalah hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta alat bukti yang akan digunakan dalam proses pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling kurang dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim.

Hakim melakukan pengujian keabsahan keputusan tata usaha negara dari aspek kewenangan, prosedur dan/atau substansi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Bukti berupa keputusan objek sengketa; putusan Bawaslu Provinsi/Bawaslu; dan peraturan perundang-undangan yang relevan yang bisa diujikan yakni aspek kewenangan, prosedur dan/atau substansi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Pemohon lalu harus bisa membuktikan apakah tindakan termohon telah melanggar asas keadilan dan asas fairplay, apakah ada dugaan secara logis menimbulkan kesan seolah-olah terdapat
keberpihakan/tendensi termohon kepada salah satu calon peserta PilkadaKota Banjarbaru.

Itu menyangkut tuduhan bahwa Pemohon melanggar Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada tersebut, sehingga pemohon harus tegas dan bisa membuktikan membantah tuduhan tuduhan tersebut, supaya dalam permohonan dapat dilakukan pemeriksaan yang fair, obyektif, dan berkeadilan moral.

Pemohon harus bisa menafsirkan ketentuan bunyi Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada dikaitkan dengan unsur Pasal. Tidak hanya dapat dilakukan secara kontekstual formil saja, melainkan juga harus dilihat filosofi dan tujuan dari diadakannya ketentuan dalam pasal tersebut oleh pembuat UUguna menjaga agar petahana yang akan menjadi peserta Pilkada tidak melakukan tindakan yang sewenang-wenang.

Kans atau peluang Upaya Hukum

Apabila pasangan Aditya & Habib Abdullah melakukan upaya hukum peluangnya sebagai pemohon di Mahkamah Agung untuk perkara sengketa Pilkada Banjarbaru harus dapat membuktikan dan meyakinkan hakim terkait terbitnya rekomendasi Bawaslu Provinsi dan sampai dengan terbitnya SK KPU Kota Banjarbaru melampaui kewenangan, tindakan atau perbuatannya bertentangan dengan hukum, tidak prosedural, tidak melalui mekanisme  yang benar secara hukum.

Termasuk tidak berdasarkan nilai-nilai kepatutan, serta melanggar hak-hak dasar pemohon sehingga bertentangan dengan peraturan perundang undangan dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Maka tidak mustahil akan dapat diterima atau dikabulkan demikian juga sebaliknya, namun sampai dengan hari ini belum ada informasi lagi untuk kandidat Aditya dan Habib Abdullah untuk mengajukan upaya hukum.

Masukkan untuk semua pihak tidak berspekulasi hukum dan terus mengawal bersama Pilkada di Kalimantan Selatan, sebab pilkada yang demokratis adalah sistem penegakan hukum yang adil.

Harapannya agar pemilu yang jujur dan adil merujuk pada asas langsung, umum, bebas, dan rahasia dapat dilaksanakan sebaik mungkin. Terlebih Kota Banjarbaru baru kini berstatus ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan, sehingga menjadi parameter dekmokrasi yang tentunya jadi percontohan oleh kabupaten kota lainnya. (*)

Penulis adalah pengamat dari kantor Hukum Borneo Law Firm

86 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Fariz Fadillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *