apakabar.co.id, JAKARTA – Pemerintah berencana akan memberlakukan pungutan tambahan pajak atau opsen terhadap kendaraan bermotor baru mulai awal Januari tahun depan.
Pelaku industri roda dua pun melakukan simulasi dan membuat kalkulasi. Hasilnya, pasar sepeda motor tahun depan diperkirakan bakal terdampak.
Sama halnya seperti pasar mobil, pasar roda dua juga diprediksi akan mengalami penurunan penjualan hingga 20 persen akibat pemberlakuan pungutan tanbahan pajak ini.
Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI), Sigit Kumala mengatakan, penurunan penjualan hingga 20 persen akan terjadi akibat pungutan tambahan pajak.
“Ini karena dipicu naiknya harga sepeda motor baru akibat pemberlakuan opsen atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang besarnya mencapai 66 persen,” kata Sigit dalam keterangan persnya, Jumat (13/12).
Lebih lanjut, dalam simulasi perhitungan asosiasi, akan timbul kenaikan harga sepeda motor baru berkisar Rp800 ribu hingga Rp2 juta, tergantung jenis sepeda motor barunya.
Kenaikan ini setara dengan kenaikan harga on the road sepeda motor baru sebesar 5-7 persen atau dua hingga tiga kali lebih besar dari inflasi. Dan akan semakin membebankan konsumen.
“Konsumen sepeda motor sangat sensitif terhadap kenaikan harga. Opsen pajak bisa menaikkan harga motor di segmen entry level lebih dari Rp800 ribu dan midhigh bisa naik hingga Rp 2 juta,” ungkapnya.
“Inilah yang akan menekan permintaan padahal sepeda motor ini alat transportasi produktif yang paling dibutuhkan masyarakat di tengah daya beli yang sedang melemah,” sambungnya.
Di sisi lain, keberadaan sepeda motor sebagai sarana transportasi produktif dan efisien bagi masyarakat membuat penjualannya masih terus tumbuh meskipun tipis.
AISI mencatat pada periode Januari-November 20244, pasar sepeda motor domestik membukukan angka penjualan sebesar 5,9 juta unit atau tumbuh tipis 2,06 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Fungsi produktif sepeda motor yang menjanjikan efektivitas dan efisiensi bagi kegiatan sehari-hari masyarakat membuat asosiasi semula optimis pasar motor tahun depan bisa mencapai 6,4 juta unit hingga 6,7 juta unit.
“Namun karena faktor opsen pajak ini, kami khawatir pasar justru akan tertekan hingga 20 persen tahun depan,” kata Sigit.
Daya Saing Melemah
Terkoreksinya penjualan di pasar domestik tentu akan menimbulkan dampak bergulir yang terjadi di sisi hulu maupun hilir dari industri sepeda motor di Tanah Air.
Penurunan permintaan dari pasar akan memaksa produsen memangkas produksinya sehingga ini akan berdampak pada permintaan mereka ke industri suku cadang yang berada di rantai bisnisnya.
Jika dampaknya sangat besar, tidak tertutup kemungkinan akan menimbukan PHK di industri ini.
Dampak bergulir ini juga sangat potensial terjadi di rantai bisnis industri yang ada di sisi hilir, baik itu yang ada di sisi penjualan maupun layanan purna jual serta juga industri pembiayaan dan asuransi.
Kondisi pasar yang memberatkan konsumen dan pelaku industri ini berpotensi menekan daya saing industri di kancah ekonomi global, terutama di kawasan ASEAN.
Pasalnya, dalam situasi persaingan yang sama, negara tetangga Vietnam yang tercatat sebagai salah satu pasar otomotif yang sedang tumbuh di ASEAN, justru mempertahankan kebijakan pengurangan PPN dari 10 persen menjadi 8 persen hingga Juni 2025.
Sementara itu, Indonesia menambahkan PPN menjadi 12 persen ditambah kenaikan PKB dan BBNKB dan pungutan tambahan pajak atau opsen.
“Jika ini semua diberlakukan dan dipertahankan dalam jangka panjang, kami khawatir daya saing industri kita melemah. Ini kurang positif untuk iklim investasi,” tegasnya.