EKBIS

APSyFI Beri Tiga Rekomendasi Kebijakan Lindungi Industri Tekstil

Pekerja menyelesaikan produksi sarung di pabrik tekstil, Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (11/4/2025). Foto: Antara
Pekerja menyelesaikan produksi sarung di pabrik tekstil, Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (11/4/2025). Foto: Antara
apakabar.co.id, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) merekomendasikan tiga kebijakan yang bisa diterapkan pemerintah untuk melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

"Terdapat tiga arah kebijakan utama, yakni penguatan regulasi perdagangan, peningkatan daya saing industri, dan kebijakan jangka menengah untuk kemandirian bahan baku," kata Sekretaris Jenderal APSyFI Farhan Aqil Syauqi, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (9/10).

Terkait dengan penguatan regulasi perdagangan, APSyFI meminta agar seluruh produk TPT (HS 50-63) diwajibkan memiliki izin impor (PI) dari Kementerian Perdagangan berdasarkan pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian.

Namun, APSyFI menekankan pemberian kuota impor pada pertek perlu dievaluasi secara menyeluruh guna menghindari permainan dengan para importir, dengan pelaksanaannya yang dilakukan secara transparan.

Selain itu, pengawasan SNI, K3L, dan label Bahasa Indonesia perlu dikembalikan ke border untuk memperkuat kontrol.

APSyFI juga meminta pemerintah untuk menegakkan aturan anti dumping, anti subsidi, dan safeguard serta memberantas impor ilegal dan menolak relaksasi impor.

Untuk peningkatan daya saing dan integrasi industri, APSyFI mengusulkan harga gas industri maksimal 6 dolar AS per MMBTU agar setara dengan kompetitor seperti India.

Kemudian, APSyFI mendorong insentif pajak final bagi produk pakaian jadi serta pembiayaan hijau dan murah bagi industri yang menggunakan bahan baku lokal atau daur ulang.

"Langkah ini diharapkan memperkuat rantai pasok dari hulu ke hilir," ujar Farhan.

Sementara, perihal kebijakan jangka menengah, APSyFI menekankan pentingnya kewajiban tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan penerapan SNI di pasar domestik.

Di samping itu, juga penguatan merek lokal dan platform e-commerce nasional bagi IKM serta percepatan transformasi hijau dan digital (industri 4.0).

"Upaya ini harus diiringi efisiensi logistik nasional, terutama di transportasi kereta dan pelabuhan, serta pengembangan industri petrokimia domestik untuk menjamin pasokan bahan baku strategis," jelasnya.

Dengan strategi yang menyeluruh tersebut, APSyFI berharap pemerintah dapat mengambil langkah konkret untuk menata ulang kebijakan impor, memperkuat industri dari hulu ke hilir, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif.

Pihaknya juga optimistis 85 persen pasar domestik akan dikuasai produk lokal, dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) naik dari 1,1 persen menjadi 2,6 persen, serta penyerapan tenaga kerja meningkat hingga 5,5 persen per tahun.

"Kami menargetkan pertumbuhan industri TPT sebesar 16,5 persen per tahun hingga 2035, dengan ekspor meningkat 9,7 persen per tahun dan impor ditekan hingga turun 26 persen dalam satu dekade," pungkasnya.