LIFESTYLE

Cuaca Panas dan Sinar UV Tinggi, BMKG: Masyarakat Lindungi Diri

BMKG mengimbau masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap paparan sinar ultraviolet (UV) yang berada pada kategori tinggi hingga sangat tinggi di sebagian besar wilayah Indonesia.
BMKG mengungkap fenomena cuaca panas disebabkan posisi gerak semu matahari yang pada Oktober berada di selatan ekuator, diprakirakan terjadi hingga November 2025. Foto: ANTARA
BMKG mengungkap fenomena cuaca panas disebabkan posisi gerak semu matahari yang pada Oktober berada di selatan ekuator, diprakirakan terjadi hingga November 2025. Foto: ANTARA
apakabar.co.id, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap paparan sinar ultraviolet (UV) yang berada pada kategori tinggi hingga sangat tinggi di sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi ini terjadi di tengah cuaca panas ekstrem selama masa pancaroba atau peralihan musim kemarau ke musim hujan.

Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pengamatan, indeks sinar UV di sejumlah wilayah Indonesia telah mencapai level yang berpotensi menimbulkan risiko kesehatan jika masyarakat terpapar langsung dalam waktu lama.

Paparan sinar matahari langsung pada indeks UV tinggi dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata hanya dalam hitungan menit. "Karena itu, masyarakat perlu melindungi diri saat beraktivitas di luar ruangan,” kata Andri di Jakarta, Jumat (18/10).

Ia menyarankan masyarakat untuk menghindari paparan sinar matahari secara langsung terutama pada pagi menjelang siang hari. Penggunaan pelindung diri seperti topi, jaket, payung, kacamata hitam, dan tabir surya sangat dianjurkan. 

Selain itu, masyarakat juga diimbau memperbanyak konsumsi air putih untuk mencegah dehidrasi dan menghindari aktivitas berat di bawah terik matahari agar tidak mengalami heatstroke atau kelelahan akibat panas.

Suhu 38 derajat celsius
BMKG mencatat suhu maksimum udara di beberapa wilayah Indonesia mencapai hingga 38°C dalam beberapa hari terakhir. Misalnya di Karanganyar, Jawa Tengah, suhu mencapai 38,2°C; Majalengka, Jawa Barat, 37,6°C; Boven Digoel, Papua, 37,3°C; dan Surabaya, Jawa Timur, 37,0°C.

Sementara itu, di wilayah Jabodetabek, suhu maksimum mencapai 35°C dengan rincian: Banten 35,2°C, Kemayoran 33,4–35,2°C, Halim 34,0–34,9°C, Curug 33,5–34,6°C, Tanjung Priok 32,8–34,4°C, dan Jawa Barat sekitar 33,6–34,0°C.

Andri menjelaskan bahwa fenomena panas ekstrem ini terjadi karena posisi semu matahari yang pada Oktober sudah berada di selatan ekuator. Hal ini membuat wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan menerima penyinaran matahari lebih intens. 

Selain itu, penguatan angin timuran yang membawa massa udara kering dari Benua Australia turut meningkatkan suhu udara di sejumlah daerah.

“Situasi panas ini juga merupakan ciri masa pancaroba, di mana siang hari terasa sangat terik, namun pada sore hingga malam hari berpotensi hujan disertai petir dan angin kencang,” imbuhnya.

Senada, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengungkapkan suhu udara terasa lebih panas karena posisi matahari saat ini sudah bergeser ke selatan wilayah Indonesia. 

Temperatur ideal untuk wilayah perkotaan rata-rata maksimum adalah 31–34 derajat Celsius. "Namun karena posisi matahari berada di selatan, wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan menerima penyinaran yang lebih kuat,” jelasnya.

Dengan kondisi ini, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap cuaca ekstrem selama masa pancaroba. Kedisiplinan menjaga kesehatan, hidrasi tubuh, dan perlindungan kulit menjadi langkah penting untuk mengurangi dampak buruk dari panas dan paparan sinar UV tinggi.

Jaga kesehatan kulit
Menanggapi kondisi cuaca panas ekstrem, dokter spesialis kulit dan kelamin, Fitria Agustina, menyarankan agar masyarakat tetap menjaga kebersihan dan kesehatan kulit dengan cara yang tepat.

Menurutnya, mandi satu hingga dua kali sehari sudah cukup, meskipun cuaca sedang panas. “Idealnya, mandi satu kali pada pagi atau siang hari untuk membersihkan keringat dan debu, dan satu kali lagi di sore atau malam hari untuk menjaga kebersihan kulit sebelum tidur,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa terlalu sering mandi justru dapat berdampak buruk bagi kulit karena bisa menghilangkan minyak alami (sebum) yang berfungsi melindungi kulit. Jika minyak alami hilang, kulit bisa menjadi kering, bersisik, bahkan menimbulkan iritasi atau dermatitis.

Fitria juga menyarankan agar menggunakan air biasa atau hangat kuku, bukan air panas, serta memilih sabun lembut tanpa pewangi kuat atau kandungan deterjen tinggi. Setelah mandi, sebaiknya segera oleskan pelembap maksimal 10 menit setelah mandi agar air yang tersisa di kulit dapat terkunci dan menjaga kelembapan alami kulit.