Golkar Dapat Kursi, Pekerja Migran Taruhannya
apakabar.co.id, JAKARTA – Pelantikan politisi Golkar Mukhtarudin sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) menuai kritik. Pakar politik Uhaib As'ad menilai penunjukan itu sarat patronase politik dan mengabaikan aspek kompetensi.
“Seperti lazimnya di negeri ini, kompetensi dan profesionalisme tidak menjadi pertimbangan untuk menjadikan seseorang sebagai pejabat publik, tetapi lebih mengedepan pertimbangan kepentingan politik atau hubungan patronase politik,” kata Uhaib saat diminta tanggapan, Rabu (10/9).
Menurutnya, reshuffle kabinet Presiden Prabowo Subianto pasca-kerusuhan massal memang diwarnai desakan publik untuk membersihkan jejak orang-orang dekat Joko Widodo. Salah satu yang dicopot adalah Abdul Kadir Karding, lalu posisinya digantikan Mukhtarudin.
Uhaib menyoroti rekam jejak Mukhtarudin yang lama duduk di DPR namun tidak pernah membidangi urusan ketenagakerjaan apalagi pekerja migran.
“Dampaknya, seorang pejabat atau menteri yang ditunjuk tidak bisa menjalankan tugas secara maksimal karena tidak memiliki kompetensi,” ujarnya.
Ia menilai penunjukan Mukhtarudin tidak lepas dari lobi elite Golkar sekaligus pertimbangan daerah. “Sudah pasti bahwa pengaruh lobi politik sangat menentukan dalam penunjukan Mukhtarudin. Lobi politik dari elite partai Golkar sangat menentukan sebagai sharing of power.
Selain itu, Presiden Prabowo Subianto juga mempertimbangkan faktor daerah, Mukhtarudin sebagai politisi dari Kalimantan Tengah,” kata dosen ilmu politik Universitas Islam Kalimantan ini.
Bagi Uhaib, praktik ini memperlihatkan pola politik transaksional yang menguat dalam kabinet. “Justru yang terjadi adalah pola-pola hubungan patronase politik atau politik tukar tambah yang saling menguntungkan dalam mesin struktur kekuasaan," jelasnya.
"Pembusukan kekuasaan atau pemerintah dengan menempatkan orang-orang yang tidak memiliki kapasitas dan kompetensi akan melahirkan pembusukan pemerintah dan menciptakan parasit kekuasaan yang tidak sehat,” tegas doktor politik jebolan Universitas Brawijaya ini.
Ia juga mempertanyakan kapasitas Mukhtarudin untuk memberi perlindungan nyata bagi pekerja migran.
“Apakah Mukhtarudin itu memiliki kapasitas dan kompetensi dalam urusan ketenagakerjaan ini? Sekali lagi saya tegaskan bahwa penunjukan Mukhtarudin sebagai menteri oleh Presiden Prabowo Subianto adalah politik transaksional atau politik tukar tambah untuk menstabilkan pemerintah di tengah turbulensi politik,” ujarnya.
Uhaib menambahkan perlindungan bagi pekerja migran selama ini jauh dari memadai.
“Selama ini keberadaan para TKI/TKW diposisikan sebagai pahlawan devisa bagi negara, tetapi tidak sebanding dengan kebijakan negara yang mereka terima. Konyol, sering terjadi perlakuan pemerasan dan intimidasi terhadap para TKI/TKW di bandara saat tiba di tanah air,” katanya.
Ia menegaskan, tantangan utama Mukhtarudin bukan hanya soal manajemen birokrasi, tetapi political will untuk benar-benar berpihak pada buruh migran.
“Pertanyaan kritis adalah apakah Mukhtarudin sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia bisa memberikan kebijakan yang menguntungkan para TKI/TKW, atau sekadar menguntungkan agen-agen pengerah tenaga yang berwatak oligarki predatoris. Atau merepresentasikan bentuk perbudakan modern atas nama pahlawan devisa negara,” tutupnya.
Mukhtarudin resmi dilantik Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia pada 8 September 2025.
Politikus Golkar ini sebelumnya tiga periode duduk di DPR. Ia terakhir menjabat Sekretaris Fraksi sekaligus anggota Komisi XII, bukan komisi yang membidangi ketenagakerjaan.
Sebelum masuk politik, Mukhtarudin berkarier sebagai pegawai negeri di Departemen Tenaga Kerja. Namun, rekam jejak legislatifnya tidak menunjukkan pengalaman khusus dalam isu perlindungan pekerja migran.
Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia, mengakui partainya merekomendasikan nama Mukhtarudin ke Presiden. Meski begitu, Golkar membantah tudingan bahwa penunjukan ini hanya bagian dari “tukar kursi” politik.
ADMIN