EKBIS

Industri RI Hadapi Tantangan, Apindo: Domestik hingga Ketidakpastian Global

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta. Foto: Antara
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta. Foto: Antara
apakabar.co.id, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyoroti masih banyaknya tantangan yang dihadapi sektor industri nasional, baik dari faktor eksternal maupun domestik.

Dari sisi eksternal, ia menyebut ketidakpastian global masih membayangi pelaku usaha di Tanah Air.

“Saya rasa tantangan itu masih banyak, terutama dengan kondisi ketidakpastian yang ada secara global. Jadi kalau dari segi global ini memang masih masalah tarif Trump, kemudian juga geopolitik, konflik Ukraina-Rusia maupun Timur Tengah, maupun Palestina dan Israel. Ini semua masih tentu saja berimbas juga kepada Indonesia,” katanya di Jakarta, Selasa (8/10).

Shinta menilai ketegangan geopolitik dan kebijakan tarif Trump telah menciptakan ketidakpastian bagi arus modal dan perdagangan global. Dampaknya, pelaku industri di Indonesia harus lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan ekspansi maupun investasi.

Selain itu, penutupan sementara pemerintah AS atau government shutdown turut menghambat proses negosiasi tarif yang masih berjalan antara Indonesia dan AS.

“Jadi tentunya itu ada dampaknya juga ya karena saat ini kan pemerintah masih meneruskan negosiasi tarif Trump. Jadi walaupun kemarin sudah ditetapkan tarif 19 persen, tapi kita masih melanjutkan juga dengan terus menegosiasikan tambahan-tambahan penurunan tarif terutama dari produk-produk yang tidak diproduksi di Amerika dan diproduksi di Indonesia,” kata Shinta.

Ia menyebut beberapa komoditas seperti produk tekstil, karet, dan kopi menjadi fokus utama negosiasi. Namun, proses perundingan tertunda akibat dampak politik dan fiskal di AS.

Sementara itu, dari sisi domestik, daya beli masyarakat masih menjadi isu utama.
Meski demikian, Shinta mengapresiasi langkah pemerintah yang merilis paket kebijakan ekonomi untuk memperkuat daya tahan industri. Ia menekankan pentingnya pengawalan pelaksanaan kebijakan agar benar-benar terealisasi dan mendorong daya beli masyarakat.

“Tentunya ini harus terus kita kawal untuk bisa realisasi dan terutama peningkatan daripada daya beli yang ada. Kita lihat dari indeks manufaktur maupun indeks kepercayaan konsumen juga ini perlu terus ditingkatkan,” ujarnya.

Menurut dia, industri padat karya menjadi sektor yang paling sensitif terhadap penurunan daya beli. Oleh karena itu, dunia usaha harus berhati-hati menavigasi situasi ekonomi yang tidak sepenuhnya stabil.

“Sebenarnya kita harus bersama-sama mencoba untuk memanfaatkan segala potensi maupun insentif yang diberikan pemerintah ini supaya bisa terus mendorong walaupun kondisi sedang tidak baik-baik saja,” tambahnya.