LINGKUNGAN HIDUP

Menuju COP30, Indonesia Satu Suara untuk Iklim yang Berkeadilan

Menjelang COP30 yang digelar di Belem, Brasil, pada November 2025, Indonesia memperkuat koordinasi lintas lembaga untuk menyatukan langkah serta memastikan narasi tunggal tersampaikan kuat di forum global.
SIEJ menggelar Green Editor Forum di Jakarta, Kamis (16/10). Foto: Istimewa untuk apakabar.co.id
SIEJ menggelar Green Editor Forum di Jakarta, Kamis (16/10). Foto: Istimewa untuk apakabar.co.id
apakabar.co.id, JAKARTA - Menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) yang akan digelar di Belem, Brasil, pada November 2025, Indonesia terus memperkuat koordinasi lintas lembaga, masyarakat sipil, dan media. Langkah itu bertujuan memastikan narasi tunggal Indonesia tersampaikan dengan kuat di forum global, sekaligus menunjukkan komitmen serius dalam menghadapi krisis iklim.

Humas Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH), Yulia Suryanti, menegaskan pentingnya strategi komunikasi terpadu agar isu perubahan iklim dapat dipahami secara luas oleh publik. 

“Kami sedang berupaya menyederhanakan penyampaian informasi agar tidak terjadi salah persepsi. Isu perubahan iklim ini sangat teknikal, jadi penting memastikan publik dan pemangku kepentingan memahami dengan benar,” ujar Yulia dalam Green Editor Forum yang digagas SIEJ di Jakarta, Kamis (16/10).

Menurut Yulia, COP30 merupakan momentum penting bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan dalam memperjuangkan komitmen iklim nasional. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai National Focal Point (NFP) memiliki peran sentral untuk memastikan semua pihak berbicara dengan satu suara.
 
“COP30 bukan hanya forum negosiasi, tapi juga ajang menunjukkan bahwa isu iklim bisa menjadi peluang pembangunan berkelanjutan. Kami ingin memperlihatkan bahwa Indonesia mampu memanfaatkannya untuk mendorong ekonomi hijau,” jelasnya.

BPLH bersama KLHK kini tengah menyiapkan strategi komunikasi terpadu dengan melibatkan jurnalis dan mitra media. Yulia menekankan pentingnya kesamaan arah komunikasi, baik di tingkat pusat maupun daerah. 

“Lucu kalau kita berdebat di luar negeri tapi tidak satu suara di dalam negeri. Karena itu, kami dorong pemahaman bersama dan penguatan kapasitas komunikasi,” tambahnya.

Dari sisi masyarakat sipil, Torry Kuswardono perwakilan Yayasan Pikul menekankan bahwa partisipasi publik sangat penting dalam memperkuat posisi Indonesia di COP30. Menurutnya, krisis iklim tidak hanya soal lingkungan, tetapi juga keadilan sosial dan kebijakan nasional. 

“Krisis iklim adalah persoalan struktural. Kalau akar ketimpangan tidak diatasi, kebijakan iklim hanya akan melahirkan ketidakadilan baru,” ujarnya.

Torry menyebutkan, 36 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim kini aktif mengadvokasi kebijakan yang berpihak pada kelompok rentan. Aliansi ini mendorong agar setiap kebijakan iklim berlandaskan konstitusi, termasuk pengakuan terhadap masyarakat adat sebagaimana diatur dalam Pasal 18B dan 28 UUD 1945. 

“Kami ingin negara setia pada konstitusi, bukan hanya pada target iklim di atas kertas,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ), Joni Aswira Putra, menilai media memiliki peran strategis dalam memperkuat narasi iklim Indonesia di COP30. 

"Liputan iklim harus berbasis sains, berpihak pada keadilan, dan mengangkat solusi nyata di tingkat lokal. Editor memegang peran penting memastikan hal ini terjadi di ruang redaksi,” terangnya.

Menurut Joni, kolaborasi antara media, pemerintah, dan masyarakat sipil menjadi kunci agar pemberitaan mengenai komitmen iklim Indonesia semakin transparan dan berdampak. 

“Dengan keterlibatan aktif media, komitmen iklim Indonesia di COP30 diharapkan tidak berhenti pada retorika, tapi diwujudkan dalam kebijakan nyata yang berpihak pada masyarakat dan keberlanjutan lingkungan,” kata Joni.

Dengan sinergi lintas sektor ini, Indonesia diharapkan mampu membawa narasi iklim yang kuat, inklusif, dan berkeadilan dalam perundingan global di COP30 Belem 2025 — sekaligus menunjukkan bahwa perjuangan iklim merupakan perjuangan untuk masa depan bangsa yang lebih hijau dan berkelanjutan.