EKBIS
Pertamina Minta RUU Migas Mengatur Kepastian Hukum Lembaga Hulu Migas
apakabar.co.id, JAKARTA - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri meminta kepastian hukum lembaga hulu minyak dan gas bumi (migas) agar diatur di dalam Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas).
“Ada beberapa fokus perhatian utama sebagai aspirasi dari kami, antara lain mengenai kelembagaan hulu migas,” ujar Simon dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XII yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/11).
Simon merujuk kepada Putusan Nomor 36/PUU-X/2012 Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Migas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 33 yang mengatur tentang penguasaan negara atas sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Salah satu implikasi utama dari putusan itu adalah pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip penguasaan negara atas sumber daya alam.
Setelah BP Migas dibubarkan, pemerintah membentuk Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melalui Perpres Nomor 95 Tahun 2012 sebagai lembaga sementara di bawah Kementerian ESDM.
“Sesuai pertimbangan Mahkamah Konstitusi dan amanat konstitusi, negara dapat membentuk atau menunjuk badan usaha milik negara (BUMN) yang diberikan konsesi untuk mengelola migas, yang akan melakukan kontrak kerja sama dengan badan usaha,” kata Simon.
Simon menilai penting untuk memberi kepastian hukum ihwal kelembagaan hulu migas yang sesuai dengan konstitusi, sebab memengaruhi iklim investasi di sektor hulu migas.
Pengaturan kelembagaan hulu migas dalam RUU Migas juga sempat disinggung oleh Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto, saat menyampaikan dukungannya untuk merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
“Kelembagaan Regulatory Sektor Hulu yang ada sekarang adalah SKK Migas, itu disarankan untuk diubah nantinya dalam bentuk, kalau istilahnya Mahkamah Konstitusi, adalah Badan Usaha Khusus," ujar dia.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa pembahasan mengenai Badan Usaha Khusus ini sedang dirumuskan untuk menentukan apakah bentuknya akan tetap seperti SKK Migas saat ini, yang berdiri hanya berdasarkan peraturan presiden (perpres), atau akan diatur dalam undang-undang.
Revisi UU Migas, imbuh dia, sangat penting untuk memastikan kelancaran dan keberlanjutan industri migas di Indonesia.
Editor:
BETHRIQ KINDY ARRAZY
BETHRIQ KINDY ARRAZY

