apakabar.co.id, SOLO – Muhammad Tegar (9) murid kelas 3 di SLB Mandiri Putra Bangsa Jatipuro, Karanganyar ini menyemarakkan Peparnas 2024 dengan melukis maskot kebo bule menggunakan mulutnya, Rabu (9/10).
Dengan penuh semangat, Tegar melukis maskot Peparnas di atas media totebag (tas dari bahan kanvas) yang kemudian di jual sebagai marcandise di stand Daun “Dari ABK untuk negeri”.
Meski tidak bisa menggunakan tangannya untuk melukis, Tegar mengaku tidak mengalami kesulitan yang berarti.
“Tidak ada kesulitan, latihan persiapannya sejak hari Kamis dan sudah terbiasa menggambar,” ungkap Tegar.
Keterbatasan fisik kemudian tidak membuat Tegar patah semangat, dengan mantap ia bercita-cita ingin menjadi seorang pelukis yang terkenal.
“Cita-citanya nanti mau jadi pelukis,” sambungnya.
Sementara itu, menurut orang tua Tegar, Larsih, bakat anaknya sudah terlihat sejak kelas 1 SD.
Saat itu Tegar mempunyai ketertarikan pada gambar wayang. Setiap selesai menggambar wayang lalu digunting untuk menjadi karya layaknya wayang.
“Tegar mulai suka menggambar itu waktu masih TK, kemudian ketika masuk SD dia bilang ingin menggambar, dimulai dari buku tulis dulu. Semakin lama bakatnya kelihatan, setiap hari menggambar. Alhamdulillah tiap selesai menggambar, suruh gunting biar jadi seperti wayang, dan sekarang tegar sudah bisa gunting sendiri pakai mulut dia,” ujar Larsih.
Dilain pihak, Kepala Sekolah SLB Mandiri Putra Jumapolo, Ita Sulistyowati yang juga menjadi guru pendamping bagi Muhammad Tegar mengatakan, setiap kali ada tugas menggambar dari sekolah Tegar selalu semangat mengerjakan.
SLB Mandiri Putra Jumapolo dengan SLB Mandiri Putra Bangsa Jatipuro sama-sama dalam satu Yayasan Pendidikan Mandiri Putra Lowong.
“Tegar itu sangat ceria, semangatnya tinggi. Jadi ketika ada pembelajaran baru, misalnya kita beri contoh gambar baru, dia bisa mengerjakan,” beber Ita.
Kegiatan menggambar menjadi salah satu materi pembelajaran yang diterapkan untuk membantu tumbuh kembang siswa SLB.
Selain itu, menggambar dan melukis juga menjadi jembatan bagi para siswa berkebutuhan khusus untuk membuat karya hingga bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah.
“Hasil karyanya diperjualbelikan. Karyanya tidak hanya dinilai oleh gurunya saja. Namun bisa dinikmati banyak orang, kita perbanyak dengan dicetak di totebag dan bisa dinikmati oleh orang banyak dan harapannya mereka dengan bangga bisa menunjukkan karya anak-anak ABK,” ungkap Ita.
“Untuk harganya Rp35 ribu, kita inginnya bisa bersaing dengan harga pasaran, bukan menjual rasa iba. Kita inginnya agar anak-anak mengerti ini dunia yang sesungguhnya,” pungkas Ita.