1446
1446

3 Penyebab Pajak RI 2025 Menurun, Apa yang Harus Dilakukan?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (ketiga kiri) bersama Wakil Menteri Suahasil Nazara (kedua kiri), Anggito Abimanyu (kiri), Thomas A. M. Djiwandono (kedua kanan), Sekretaris Jenderal Heru Pambudi (ketiga kanan) dan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo (kanan) bersiap mengikuti konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (13/3/2025). Menteri Keuangan melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per 28 Februari 2025 mengalami defisit sebesar Rp31,2 triliun atau 0,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengungkapan ada tiga faktor utama yang menyebabkan pajak menurun yakni restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan, risiko operasional Coretax, dan dampak kebijakan tarif efektif rata-rata (TER).

Serapan pajak tahun 2025 dari tiga sektor tersebut mengalami kontraksi 30,2 persen (year-on-year) pada Februari 2025. Kontraksi penerimaan pada awal tahun tersebut tak hanya sekadar dipengaruhi oleh faktor makroekonomi semata.

“Saya menduga restitusi PPh Badan inilah yang menyebabkan anjloknya penerimaan dari sektor pengolahan. Padahal, selama ini sektor pengolahan yang menjadi kontributor utama penerimaan pajak,” kata peneliti CITA, Fajry Akbar di Jakarta, dikutip Selasa (18/3).

Baca juga: Pendapatan Negara Tahun 2025 Terancam Menurun

Terkait restitusi pajak, kata Fajry, data Februari menunjukkan nilainya mencapai Rp111,04 triliun atau meningkat 93,11 persen (yoy), di mana sebagian besar berasal dari PPN dan PPh Badan.

“Saya menduga restitusi PPh Badan inilah yang menyebabkan anjloknya penerimaan dari sektor pengolahan. Padahal, selama ini sektor pengolahan yang menjadi kontributor utama penerimaan pajak,” katanya.

Fajry menerangkan upaya mitigasi mendongkrak kembali penerimaan pajak bukan perkara mudah. Peningkatan penerimaan dalam jangka waktu cepat hanya dapat dilakukan dengan opsi kebijakan. Akan tetapi, langkah itu pun terkendala oleh risiko politik.

“Tidak banyak opsi yang dimiliki pemerintah, namun ada beberapa opsi yang bisa diambil,” katanya.

Rekomendasi Genjot Pajak

Fajry menerangkan untuk kembali menggenjot penerimaan pajak negara ia menyarankan agar perlu memperkuat kapasitas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan cara mengoptimalkan pajak dari orang kaya untuk menambal penurunan pajak pada APBN 2025.

Upaya ekstra dari pemerintah melalui DJP tersebut juga dapat dilihat sejak 2021. Fajry melihat DJP sebagai otoritas mempunyai kapasitas untuk melakuka pengawasan dengan baik dan mumpuni.

“Yang perlu dilakukan adalah ‘mempersenjatai’ DJP, baik itu data dari pihak ketiga (ILAP) maupun anti-avoidance rule,” katanya.

Baca juga: Awas! Sinyal Bahaya Deflasi di Musim Libur Panjang

Kemudian pemerintah juga dapat menggali potensi ekonomi digital. Sebab, ekonomi digital di Indonesia memiliki skala yang lebih besar dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Dengan begitu, pemerintah perlu mengevaluasi penerimaan pajak dari sektor digital, khususnya lokapasar.

“Apakah mereka sudah patuh? Pemerintah perlu optimalisasi penerimaan dari sektor ini mengingat sektor ini akan terus tumbuh tinggi,” ujarnya.

Selanjutnya, kata Fajry, dapat mengoptimalkan serapan pajak dari kelompok super kaya dengan menerapkan pajak minimum. Dengan begitu, orang super kaya yang patuh tidak akan kena pajak tambahan.

“Sedangkan mereka yang belum patuh akan dikenakan pajak tambahan,” pungkasnya.

21 kali dilihat, 21 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *