Ekbis  

Langkah Konkret Tingkatkan Penyerapan Tenaga Kerja Tunanetra di Sektor Formal

Media briefing membahas soal tunanetra bekerja di sektor formal - apakabar.co.id
Media briefing membahas langkah konkret meningkatkan tenaga kerja tunanetradi sektor formal. Foto: dok. Talklink

apakabar.co.id, JAKARTA – Yayasan Mitra Netra (Indonesia), Resources of the Blind (Filipina), dan Sao Mai Center (Vietnam) mengadakan penelitian untuk melakukan langkah konkret meningkatkan penyerapan tenaga kerja tunanetra di sektor formal.

Untuk diketahui, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas beserta peraturan perundang-undangannya mengatur sistem kuota penerimaan tenaga kerja, yaitu sebesar 1 persen di perusahaan swasta dan 2 persen pada instansi pemerintah.

Namun, faktanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas tersebut belum diimplementasikan sebagaimana seharusnya.

Berdasarkan data tahun 2023 dari Australia – Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN), penyandang tunanetra di Indonesia mencapai 1,5 persen dari total jumlah penduduk (sekitar 4 juta orang), tetapi hanya 1 persen dari total keseluruhan penyandang disabilitas yang bekerja di sektor formal.

Kondisi ini mendorong terlaksananya sebuah penelitian kolaboratif antara Filipina, Indonesia, dan Vietnam untuk mempelajari hal-hal yang menjadi faktor kesuksesan penyandang tunanetra yang sudah berhasil bekerja di sektor formal, agar kemudian dapat diakselerasi melalui program yang direkomendasikan oleh hasil penelitian.

Lebih jauh lagi, penelitian ini juga mempelajari hal-hal yang menjadi hambatan bagi tenaga kerja tunanetra dan memberikan rekomendasi untuk menyikapi hambatan tersebut.

Penelitian dengan topik “Faktor Kunci Kesuksesan Tunanetra Bekerja di Sektor Formal” didukung oleh The Nippon Foundation sebagai donor yang mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang menghambat penyandang disabilitas visual dalam mendapatkan kesempatan kerja, khususnya apa saja keberhasilan dan kegagalan hasil kerja melalui penelitian berbasis bukti.

Yayasan Mitra Netra mengadakan penelitian tentang cara meningkatkan tenaga kerja tunanetra di sektor formal - apakabar.co.id
Yayasan Mitra Netra mengadakan penelitian tentang cara meningkatkan tenaga kerja tunanetra di sektor formal. Foto: dok. Talklink

Menurut Direktur Program The Nippon Foundation, Yosuke Ishikawa, dengan identifikasi itu, penyandang disabilitas visual dapat memperoleh akses kepada pekerjaan yang lebih aman setelah menyelesaikan pendidikan tinggi.

“Kami berharap kolaborasi pada penelitian ini dapat mewujudkan mekanisme dukungan ketenagakerjaan yang berkelanjutan dan menjadi model bagi wilayah lain untuk mempromosikan ketenagakerjaan yang lebih inklusif,” ucap Ishikawa di Jakarta, Kamis (3/10).

Sementara itu, Kabag. Humas & Divisi Ketenagakerjaan Yayasan Mitra Netra, Aria Indrawati, berharap dari hasil penelitian, dukungan berbagai pihak untuk penyediaan lapangan kerja bagi tunanetra dapat terwujud dengan lebih baik.

“Jadi perusahaan swasta, BUMN dan BUMD serta lembaga pemerintah akan lebih proaktif dalam menyediakan kesempatan kerja bagi penyandang tunanetra, serta menciptakan lingkungan kerja yang inklusif,” imbuhnya.

Lebih lanjut, melalui penelitian ini, Indonesia juga belajar dari kemajuan yang telah dicapai oleh para tunanetra melalui dukungan kebijakan pemerintah dan sektor swasta di Filipina dan Vietnam.

“Keterlibatan Mitra Netra dalam proyek penelitian ini merupakan bentuk komitmen kami untuk memberdayakan dan mendukung tunanetra agar dapat hidup mandiri, cerdas, dan bermakna dalam masyarakat yang inklusif,” ujarnya.

Penelitian yang berlangsung selama kurang lebih 6 bulan telah melibatkan 196 responden tunanetra dari ketiga negara, dengan 73 persen responden adalah individu yang telah berhasil mendapatkan pekerjaan dan 27 persennya mereka yang belum bekerja, atau yang pernah bekerja sebelumnya.

Kelompok usia yang diteliti lebih dari 90 persen tenaga kerja penyandang tunanetra saat ini berusia di bawah 45 tahun, sementara itu lebih dari 50 persen merupakan pekerja yang berada pada kelompok usia 26–35 tahun.

Untuk latar belakang responden yang sudah bekerja didominasi bidang pendidikan 28% (pengajar), bidang sosial 16 persen (termasuk di LSM), bidang administrasi 16 persen, keterampilan memijat dan fisioterapi 15 persen, bidang teknologi informasi 8 persen, dan bidang keuangan 3 persen.

Dari sisi gender, ditemukan tren positif mengenai kesetaraan akses pada semua sektor, di mana 40 persen dari mereka yang bekerja dan menunggu pekerjaan di antara peserta tunanetra adalah perempuan, sementara laki-laki 60 persen. Data responden Indonesia juga tidak berbeda jauh, yaitu 64 persen laki-laki dan 36 persen perempuan.

Penelitian juga menemukan fakta bahwa lembaga pendidikan saat ini telah menyediakan fasilitas pendidikan inklusi yang semakin baik, karena sebanyak 85 persen dari 196 responden yang mengenyam pendidikan, merupakan lulusan Strata Satu, 13 persen memiliki gelar Master, dan gelar Doktor dimiliki 2 persen lainnya.

Khusus untuk Indonesia, 76 persen berhasil mengenyam gelar Strata Satu, 22 persen memiliki gelar Master, dan 2 persen lainnya memiliki gelar Doktor. Kondisi ini dapat menunjang perkembangan ketenagakerjaan tunanetra.

Latar belakang pendidikan juga sangat mempengaruhi bidang pekerjaan yang dipilih atau mampu didapatkan oleh para pekerja tunanetra.

Sebanyak 42 persen dari total responden memilih pendidikan humaniora yang di dalamnya termasuk ilmu psikologi, sosiologi, sejarah, bahasa, dll, kemudian sebesar 28 persen memilih ilmu pendidikan.

Hal ini nyata berpengaruh kepada pilihan pekerjaan yang didominasi bidang pendidikan, yaitu 29 persen dari 144 orang yang dipekerjakan, memiliki profesi yang berkaitan dengan mengajar.

Kesadaran masyarakat tentang kebutuhan dan potensi penyandang tunanetra untuk berkarier secara inklusif juga perlu terus dibangun. Masyarakat luas juga memiliki peran untuk membangun lingkungan yang lebih inklusif.

Bagi tunanetra, dukungan tersebut juga memberikan rasa aman, diterima, dan dicintai, yang penting bagi kesejahteraan psikologis mereka.

Pada akhirnya, dengan dukungan berbagai pihak, penyandang tunanetra tidak hanya dapat lebih aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sosial, budaya, dan politik, tetapi juga akan memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi untuk memasuki dunia kerja, dan mengembangkan potensi mereka.

Memberdayakan tunanetra dengan melibatkan mereka secara penuh di pekerjaan sektor formal adalah investasi yang berharga untuk bangsa dan negara.

Dengan memiliki pekerjaan, tunanetra akan mandiri secara finansial, tidak tergantung pada bantuan sosial pemerintah, akan menjadi pembayar pajak, yang berarti turut berperan dalam pembiayaan pembangunan negara.

63 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Denny Firmansyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *