apakabar.co.id, JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong pemerintah untuk memperluas program insentif yang mendukung kewirausahaan sosial guna meningkatkan produktivitas masyarakat.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Shinta Kamdani menilai transformasi dari bantuan sosial menuju insentif berbasis kinerja dapat menjadi solusi jangka panjang dalam penciptaan lapangan kerja.
“Ini yang sangat dibutuhkan, kita juga mendukung salah satu parameter pencapaian Indonesia maju yaitu tingkat kewirausahaan sebesar 10-12 persen dari total populasi,” ujar Shinta dalam Kadin: Global & Economic Outlook Q1-2025 di Jakarta, Kamis (12/6).
Baca juga: Kadin Minta Hati-Hati Hadapi Kebijakan Tarif AS-China
Saat ini tingkat kewirausahaan Indonesia baru mencapai 3,47 persen dari total populasi. Ini artinya jauh di bawah rata-rata negara maju yang berada di kisaran 10-12 persen.
Menurut dia, insentif semacam itu akan memberikan kail dan bukan umpan kepada masyarakat, sehingga mampu mendorong peningkatan kapasitas dan produktivitas warga secara berkelanjutan.
Di samping itu, Kadin juga menyoroti pentingnya perbaikan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang saat ini masih di atas 6 persen, jauh lebih tinggi dibanding rata-rata ICOR ASEAN yang berkisar 3-4 persen.
Tingginya ICOR mencerminkan rendahnya efisiensi investasi di Tanah Air. Lebih lanjut, Shinta juga menyerukan peninjauan ulang terhadap sejumlah kebijakan perdagangan yang dinilai menghambat kompetisi yang sehat.
Baca juga: Kadin Pertanyakan Efektifitas Pengurangan Luas Rumah Subsidi
Shinta menyadari bahwa lebih dari 70 persen dari impor kita merupakan produk bahan baku, produk antara dan barang modal yang kita juga butuhkan untuk memproduksi barang dan jasa di dalam negeri. Karena itu, prudential kebijakan dan tata kelola perdagangan harus terus dijaga.
“Kita juga harus bisa bagaimana ini supaya tidak menjadi bumerang yang berdampak negatif akibat inflasi, inefficiency para pemasok maupun persaingan dagang yang tidak sehat,” jelasnya.
Shinta juga menekankan pentingnya pembuatan kebijakan yang berbasis data dan kajian dampak regulasi (regulatory impact assessment) untuk memastikan manfaat yang merata dan risiko yang terukur.
“Konsentrasi kekuasaan dan keterbatasan pada inovasi dan institusi ekstratif perlu dihindari agar semua negara terhindar dari mimpi buruk menjadi failed state, dan mimpi Indonesia Incorporated adalah mimpi besar kita semua. Sebagai stakeholder bangsa ini, kita perlu bekerja sama dan saling membantu untuk mewujudkan mimpi kita bersama,” tambahnya.