Mengingat Lika-liku Pemekaran Tanah Bumbu: 3 Periode Galang Dukungan

Butuh 3 periode sampai akhirnya Tanah Bambu dimekarkan dari dari Kotabaru.

Syamsul Bahri (kiri) dan Zairullah Azhar bertemu kembali di perayaan Hari Jadi ke-21 Tanah Bumbu, Senin (8/4). Foto: Ist

apakabar.co.id, BANJARMASIN – Butuh waktu tak sebentar menuntut mekarnya Kotabaru menjadi Tanah Bumbu. Tiga periode mengorbankan tenaga, materi, dan waktu.

Di kediamannya Jalan Sultan Adam Banjarmasin, Jayadi Hasan yang sudah berusia nyaris seabad akhirnya bersua lagi dengan Syamsul Bahri (SBR).

Keduanya sosok sentral di balik lahirnya Kabupaten Tanah Bumbu. Dua dekade lalu SBR salah satu orang yang intens menemani perjuangan Jayadi.

SBR kini anggota DPR RI. Mulanya ia datang menemui Jayadi untuk memberitahu esok adalah Hari Jadi Tanah Bumbu ke-21.

Jayadi Hasan sedianya menerima penghargaan langsung dari pemerintah daerah sebagaimana jasanya selama ini.

Jayadi Hasan saat berjabat tangan dengan Presiden Soeharto. Foto: apakabar/Rahim

Pemberian penghargaan berlangsung di halaman kantor bupati Tanah Bumbu, Gunung Tinggi, Senin sore tadi (8/4).

“Om Jayadi, pian [anda] besok dapat penghargaan dari Pemkab Tanah Bumbu. Datang ‘lah,” kata SBR, kemarin.

Karena berkali-kali disampaikan dengan nyaring, akhirnya Jayadi mendengar. Ia langsung merespons.

“Ah, aku kada [tidak] bisa datang. Ikam [kamu] wakilkan aku cukup,” ujar Jayadi.

Di usia 88 tahun, Jayadi tampak sehat. Namun ia mengalami gangguan pendengaran. Ia masih bisa mengenali sejumlah tokoh politik di layar kaca.

“Itu Megawati [ketua PDI-Perjuangan] kan,” ujarnya seraya menunjuk layar televisi.

Syamsul Bahri di rumah Jayadi Hasan, Jalan Sultan Adam, Kota Banjarmasin. apakabar/Rahim

Di sebuah kamar kecil berukuran 4×5 meter persegi itu, kedua pencetus Tanah Bumbu ini asyik bergurau dalam tawa.

Sesekali mereka tampak serius menyoal ingatannya tentang bagaimana perjuangan bertahun-tahun dulu menuntut Bumi Bersujud, kini sebutan Tanah Bumbu.

Kebersamaan mereka berdua terjalin sedari 1998 atau sejak dicetuskannya kembali Panitia Penuntut Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu (P2KTB).

Dari awalnya berganti-ganti nama mengingat panitia awal penuntut itu dibentuk tahun 1972, setidaknya ada tiga periodisasi perjuangan menuntut Tanah Bumbu.

“Pergerakan awalnya di tahun 1959,” ucap Syamsul Bahri kepada apakabar.co.id, Minggu (7/4/2024) sore.

Pada 1959-1972 awal pergerakan saat pertama kali P2KTB dicetuskan dan diketuai oleh Ilham Japri, dan anggota Ibrahim Ganie, Masquel, HM Jabir dan Idham Mansyur.

Periode ini sukses membangun kesepahaman seluruh masyarakat untuk mendapat pengakuan Tanah Bumbu Selatan.

“Namun pemekaran belum dapat dilaksanakan,” jelas Syamul

Syamsul Bahri, Anggota DPR RI bersama pendakwah KH. Zainudin MZ saat mengisi ceramah di Tanah Bumbu, 2003.

Menginjak periode kedua, terbit UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah (Otda).

Agustus 2000, P2KTB kembali dibentuk. Terdiri dari delapan koordinator wilayah kecamatan. Diketuai oleh Drs H Burhansyah HS bersama tokoh masyarakat perwakilan delapan kecamatan.

Periode ini juga tidak menghasilkan apa-apa. Panitia penuntut hanya menitikberatkan sosialisasi dan kondolidasi internal.

“Membangun semangat perjuangan dan membentuk delapan korwil kecamatan,” kata Syamsul.

Mereka lalu berkumpul kembali dalam membahas P2KTB di Gedung 7 Pebruari, Pagatan. Dari pertemuan ini menjadikan wilayah yang menyatakan bergabung meliputi 5 kecamatan, eks Kawedanan Tanah Bumbu Selatan. Mencakup Kecamatan Kelumpang Selatan, Kelumpang Hulu, dan Kecamatan Hampang.

“Hingga sampai tingkat kewedanaan (distrik). Belum lagi jadi kabupaten definitif,” ujarnya.

Jayadi Hasan (kiri) dan Syamsul Bahri dua tokoh sentral penuntut berdirinya Kabupaten Tanah Bumbu bersilaturahmi. apakabar/Rahim

Syamsul bersama orang-orang pendahulu lalu kembali melakukan rembuk atau musyawarah dengan masyarakat Tanah Bumbu.

Kala itu masih berstatus mahasiswa, selepas Syamsul menamatkan kuliah ia turut dilibatkan dalam pergerakan tersebut.

Periode ketiga inilah yang pada 2001 merevisi kembali Panitia Penuntut Kabupaten Tanah Bumbu.

“Diketuai Jayadi Hasan dan saya sebagai sekretaris, itu momennya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,” kenang Syamsul.

Awalnya mereka terlibat sebagai pengurus. Seiring waktu para pengurus lain mulai tidak aktif. Formasi baru pun kembali dibuat.

Nah lewat kepengurusan baru inilah rapat-rapat dan konsolidasi masyarakat berjalan.

“Kami mencari dukungan hingga sampai tercetus secara resmi,” tutur ketua Gerakan Muslim Indonesia Raya (Gemira) Kalsel ini.

Periode ketiga atau pada 2001 inilah panitia mulai melakukan langkah-langkah eksternal. Seperti studi banding ke Penajam yang juga lebih dulu dimekarkan.

Bukan tiga tahun. Melainkan butuh 5 tahun lamanya menggalang dukungan warga, persetujuan DPRD, hingga lahirnya rekomendasi bupati dan gubernur Kalimantan Selatan, lalu Kemendagri.

Gubernur Kalimantan Selatan akhirnya menunjuk Zairullah Azhar saat itu staf khusus gubernur menindaklanjuti pembentukan Tanah Bumbu.

Zairullah pun melakukan pendekatan dan koordinasi ke DPR RI dalam upaya pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan.

Pada akhirnya Zairullah kemudian resmi menjadi penjabat Bupati Tanah Bumbu 2003-2005. Pada 2019 lalu, ia kembali mencalonkan diri bersama Hj Rusli. Keduanya berhasil terpilih.

Sementara, mengikuti jejak Jayadi, Syamsul sendiri kemudian memilih melanjutkan karir di kancah politik.

Ia menjadi anggota DPRD Tanah Bumbu dua periode. Juga sempat menjabat ketua Kamar Dagang dan Industri Tanbu dua periode.

Panitia penuntut Kabupaten Tanah Bumbu periode ketiga.

Karir politiknya menanjak ketika pada 5 Maret 2024 tadi dilantik sebagai anggota DPR RI utusan Kalsel.

Syamsul bersyukur perjuangan bersama Jayadi Hasan berhasil. Di matanya, Jayadi adalah organisatoris dan politisi ulung nan hebat pada eranya.

Sementara karir Jayadi Hasan berlanjut ke Ketua KPUD Tanah Bumbu (Tanbu) periode pertama.

“Beliau seorang politisi Golkar senior. Menjadi anggota dewan kurang lebih, 25 tahun di kabupaten dan 15 tahun sebagai anggota di provinsi,” terang Syamsul.

Selain sebagai politisi, Syamsul mengenalnya sebagai ustaz atau tokoh agama. Di sekeliling kampungnya, Jayadi Hasan kerap melakukan dakwah sebagai dai.

“Sebab itu diberi nama Kyai Haji Jayadi Hasan. Memang orangnya ulet, pantang menyerah dalam urusan,” jelas Syamsul.

“Saya mengenal dan intens bersama beliau, sekitar 5 tahun di sampingnya sebagai sekretaris,” tutur Syamsul, Bendahara NU Kalsel 2010 itu.

Suasana di kamar itu menjadi ceria. Tawa bersama saat Syamsul mengingatkan peristiwa-peristiwa dalam sejarah Tanah Bumbu. Dalam kesempatan itu Syamsul juga meminta restu dan doa kepada Jayadi Hasan.

“Aku dukung ikam [kamu]. Kudoakan, jadi bupati itu mudah aja dan kada ngalih [tidak susah]” ungkap Jayadi terkekeh.

Seusai berbincang di kediamannya, Syamsul Bahri nampak memberikan undangan Harjad Tanah Bumbu ke-21 tersebut. Di halaman pelatar rumah, mereka berfoto bersama dengan anak-anaknya.

Lantas dari mana asalnya nama Tanah Bumbu? Syamsul mengatakan wilayah asal Tanah Bumbu adalah kawasan penghasil rempah-rempah terbanyak tidak seperti saat ini batu bara menjadi komiditi.

“Dahulu awalnya nama itu kewedanaan Tanah Bumbu Selatan. Kemudian dijadikan Tanah Bumbu, yang artinya banyak bumbu [rempah],” jelas dia.

391 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Fariz Fadillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *