apakabar.co.id, JAKARTA – Bukan cuma petahana, di Kalimantan Selatan mantan bupati sekalipun, terancam gagal melenggang ke Senayan — sebutan DPR RI.
Elektabilitas mumpuni rupanya bukan jaminan. Secara mengejutkan, mantan Bupati Tanah Laut Sukamta kalah suara oleh sejumlah nama baru.
Oleh Endang Agustina misalnya. Sukamta Caleg Dapil II Kalsel itu sampai kini baru mendulang 4 ribuan suara.
Berbanding terbaling dengan Endang. Eks penyidik Polda Kalsel yang baru kali pertama turun gelanggang Pileg. Justru sudah mendulang 40 ribu suara.
Jalan Sukamta menuju Senayan terbilang terjal. Bukan hanya Endang. Suara Sukamta juga jauh tertinggal dari sejumlah jago partai lain.
Ada nama Rahmat Trianto. Eks Komandan Distrik Militer Tanah Bumbu yang pensiun dini sudah mendulang 10 ribu suara.
Nama Mahfud Arifin juga menambah sengit persaingan. Mantan kapolda Kalsel yang sudah mendulang 9 ribu suara.
Belum lagi bicara pesaing petahana. Ada nama Hasnuryadi Sulaiman (16 ribu), Mariana (14 ribu) hingga Syafruddin H Maming (13 ribu).
Plus Endang dan Rahmat, ketiganyalah yang paling berpeluang lolos ke Senayan. Maka genap sudah lima kursi DPR RI dari daerah pemilihan Kalsel II. Meliputi Banjarmasin, Banjarbaru, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru.
Nasib Sukamta agak-agak mirip dengan caleg petahana Aidah Muslimah dan Novri Ompusunggu. Dua jago PDI-Perjuangan itu ada di urutan kedua dan ketiga setelah Syafrudin H Maming. Capaian suaranya belum 10 ribu.
Sampai 19 Februari pukul 06.18, di Kalsel KPU sudah merampungkan 37 persen suara legislatif atau sebanyak 2292 dari total 6092 tempat pemungutan suara.
Modal Politik
Sukamta selepas purnatugas sebagai wakil bupati Tanah Laut sukses membenamkan pasangan Bambang-Nizar yang disokong koalisi jumbo di Pilbup 2018 silam.
Keunggulan Kamta bahkan mencapai lebih 60 persen di setidaknya 200 TPS se-Bumi Tuntung Pandang. Kemenangan Kamta kemudian dipandang sejumlah akademisi sebagai pertanda runtuhnya dinasti politik di Kalsel.
Kini, Sukamta merasa modal elektabilitas saja tak cukup untuk mengantarkannya duduk di kursi empuk Senayan.
“Mereka yang bermodal besar yang memenangkan. Artinya elektabilitas kalah dengan pragmatisme,” jelas politikus PPP ini kepada apakabar.co.id.
Lantas apa rencana Kamta setelah ini? Baginya berjuang tak mesti di parlemen saja.
“Masih banyak tempat dan ruang untuk berbakti kepada masyarakat,” jawab Kamta.
Dalam waktu dekat, misalnya, Kamta bakal mengisi waktu dengan bakti sosial bersama PMI Tanah Laut.
Kebetulan semenjak pandemi Covid-19 pada Maret 2020, sampai akhir masa jabatan, ia tak mengambil sepeserpun gaji.
“Gaji saya lima tahun sebagai bupati tidak kita ambil, tapi kami transfer ke PMI Tala,” jelas politikus berlatar ASN ini.
Nah gaji itulah yang menjadi semacam oleh-oleh buat Kamta. Oleh ketua PMI Tala, ternyata gaji Kamta dikumpulkan. Dan baru selesai masa jabatan digunakan untuk kegiatan sosial.
“Kebetulan kita juga ditunjuk sebagai anggota Dewan Kehormatan PMI Kalsel,” jelasnya.
Tak cuma itu. Ia juga akan fokus mengurus klub sepakbola kebanggaan masyarakat Tanah Laut.
“Minggu depan mulai mempersiapkan Persetala Tanah Laut untuk putaran nasional,” jelasnya.
Yang tak kalah penting baginya adalah membesarkan PPP. Mafhum partai Kakbah sedang terseok-seok menembus ambang batas suara atau parliamentary threshold.
“Bersama pengurus dan kawan-kawan mengkonsolidasikan kembali PPP Tanah Laut, agar menjadi Partai Besar,” jelasnya.
Gagal di kontestasi parlemen menjadi pelajaran penting baginya. Sekalipun begitu ia terlihat tak terlalu ambil pusing.
Sebab, selama berkontestasi Kamta tak jor-joran mengeluarkan logistik. Kamta lebih hanya mengandalkan suara basis konsituen yang memilihnya menjadi bupati. Termasuk jaringan partai dan para pendukung Ganjar-Mahfud
Maka tak salah, suara Kamta pun pada akhirnya selaras dengan capaian capres Ganjar-Mahfud yang harus terseok-seok di bawah Prabowo-Gibran dan Anies-Muhaimin.
“Intinya masih banyak tempat berjuang untuk kemaslahatan rakyat, bukan hanya di parlemen,” jelasnya.
Kamta kemudian berpegang pada sabda Rasulullah. Bahwa sebaik baik manusia ternyata bukan karena jabatan. Bukan karena harta, bukan karena ilmunya. Bukan karena banyak ibadahnya. Tetapi karena manfaat yang bisa diberikan kepada orang lain.
“Khairunnas anfauhum linnas…. sebaik baik manusia adalah yang memberikan manfaat bagi orang lain,” jelasnya.