apakabar.co.id, JAKARTA – Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka, sudah dua hari kunjungan kerja ke Ibu Kota Nusantara (IKN).
Tapi di ujung selatan Kalimantan Timur, Muara Kate, masih butuh keadilan terkait tiga warga tewas dan aktivitas hauling batu bara kian Memburuk. Ironisnya, pelaku belum tersentuh.
Pertama, Teddy, ustaz muda yang tewas diduga ditabrak truk batu bara di Songka, Mei 2024. Kedua, Pendeta Veronika, tewas di Marangkit, Oktober 2024, setelah truk gagal menanjak.
Ketiga, dan yang paling brutal, Russell—tetua adat 60 tahun—diserang saat tidur di posko warga penolak hauling, 15 November 2024.
Sampai kini, belum ada kejelasan penegakan hukum. Pembunuh Russell masih bebas berkeliaran.
Media ini telah mencoba menghubungi Gubernur Kaltim, Rudy Masud, untuk mengonfirmasi apakah tragedi Muara Kate sudah sampai ke telinga Wapres. Tak ada respons.
Warga berharap pejabat pusat, termasuk Gibran, mau datang dan melihat sendiri kondisi di lapangan. Bagi mereka, hauling batu bara di jalan negara bukan cuma pelanggaran hukum—tapi ancaman nyata terhadap nyawa.
“Untuk sekadar menyeberang jalan saja anak sekolah susah, keselamatan kami terancam dengan adanya truk batu bara di jalan umum,” kata Warta Linus, Kamis (29/5).
Menurut Warta, tekanan terhadap warga terus berdatangan. Bahkan, kadang aparat datang dan membujuk warga agar membuka kembali akses hauling.
“Kami tetap tidak mau karena jelas ini melanggar aturan dan membahayakan keselamatan kami,” tegasnya.
Warga juga sudah melapor melalui kanal Lapor Mas Wapres, saluran pengaduan masyarakat yang dibuat Gibran.
“Seandainya Wapres datang ke sini, kami pastinya mau menyampaikan keluh kesah kami seputar aksi stop hauling dan tragedi penyerangan warga yang sampai saat ini masih belum terungkap pelakunya,” pungkas Warta Linus.
Bukti Cukup, Tersangka Masih Gelap
Hampir tujuh bulan pasca penyerangan di Muara Kate, polisi belum menetapkan satu pun tersangka. Russell tewas, Anson—tetua adat lainnya—kritis. Tapi pelaku masih misterius.
Kapolda Kaltim Irjen Endar Priantoro akhirnya angkat bicara. “Ini atensi khusus saya sebagai Kapolda,” kata eks Direktur Penyelidikan KPK itu, Selasa (27/5).
Endar menyebut, pendekatan ilmiah jadi kunci penyidikan. Ia membentuk tim khusus gabungan Polres Paser dan Ditreskrimum Polda Kaltim, dikomandoi Kombes Jamaluddin Farti.
“Dan alhamdulillah, progresnya baik, sangat baik,” katanya. Namun, detail belum bisa dibuka ke publik. “Kasus Muara Kate ini sangat sensitif. Karakteristik wilayah TKP juga unik, jadi harus benar-benar pembuktiannya secara ilmiah,” sambungnya.
Dua alat bukti disebut sudah dikantongi.
Jamaluddin Farti menegaskan pihaknya berhati-hati. “Bukti harus lebih terang dari cahaya. Minimal dua, kalau bisa tiga alat bukti, baru kami lakukan penindakan,” katanya. Salah satu upaya lanjutan: penyisiran ulang lokasi kejadian.
Namun, hingga kini belum ada penetapan tersangka.
“Kami tak mau grasak-grusuk kalau buktinya belum kuat. Sekarang sudah ada dua alat bukti, dan itu masih kami maksimalkan,” ujar Farti.
Warga menyambut titik terang ini dengan harapan tinggi. Mereka ingin polisi tegas, tanpa pandang bulu.
“Harapan kami polisi melakukan pemeriksaan secara intensif ke semua pihak yang diduga memiliki keterlibatan, tak terkecuali para pihak yang sudah kami sampaikan dalam penyelidikan,” ujar Warta Linus.
Puncak Kemarahan Warga
Konflik warga dengan PT Mantimin Coal Mining (MCM) meletup sejak 2023, ketika truk tambang mulai melintasi jalan nasional. Jalan rusak, kecelakaan meningkat.
Mei 2024, Teddy, ustaz muda, tewas. Oktober 2024, giliran Pendeta Veronika. November 2024, Russell tewas dibacok, Anson kritis.
April 2025, warga bereaksi. Tiga hari berturut-turut (15–17 April), ribuan orang turun ke jalan. Aksi damai digelar di depan Kantor Gubernur Kaltim dan DPRD Kalsel. Tuntutannya jelas: hentikan hauling ilegal.
Sebagai informasi, MCM merupakan pemegang izin PKP2B di Kalsel, dengan konsesi seluas 5.908 hektare mencakup Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah. Armada mereka kini hilir mudik ke Kaltim untuk angkut batu bara ke Desa Rangan.
“Selain menggunakan jalan negara, perusahaan ini juga diduga mengintimidasi warga lewat vendor-vendornya,” kata Irfan dari LBH Samarinda.
Sudah dua kali Kapolda berganti. Kompolnas dan Komnas HAM ikut turun tangan. Komnas HAM bahkan sudah keluarkan rekomendasi agar penegakan hukum dilakukan secara adil dan transparan.
Media ini juga sudah mencoba menghubungi Andreas Purba, direksi PT MCM. Tak ada respons. Kantor MCM di Citiloft Apartemen, Jakarta, juga sudah tak aktif sejak tahun lalu.