apakabar.co.id, JAKARTA – Jaringan Advokasi untuk Tambang (JATAM) mengaku geram. Pasalnya, Disertasi Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia yang dikerjakannya di Universitas Indonesia (UI) hanya diganjar revisi.
Padahal, berdasarkan temuan dari Dewan Guru Besar UI terdapat empat pelanggaran akademik yang dilakukan Bahlil. Di antaranya ketidakjujuran dalam pengambilan data, pelanggaran standar akademik, perlakuan istimewa selama proses akademik, dan adanya konflik kepentingan.
“Apabila satu dari empat pelanggaran etik tersebut dilakukan mahasiswa biasa, apakah sanksinya hanya sebatas pembinaan atau berupa pemecatan mahasiswa?” kata Koordinator Nasional JATAM, Melky Nahar dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (9/3).
Karena itu, Melky menuntut agar hasil sidang etik Dewan Guru Besar UI yang menyebutkan adanya empat pelanggaran yang dilakukan Bahlil agar dibuka kepada publik seluas-luasnya.
Baca juga: Supaya Subsidi LPG Tepat Sasaran, 3 Arahan Prabowo untuk Bahlil
Melky juga meminta agar menjalankan rekomendasi Dewan Guru Besar UI atas pencabutan atau pembatalan disertasi Bahlil sekaligus memberlakukan sanksi bagi seluruh civitas akademika yang terlibat.
Termasuk di antaranya agar mencabut status kemahasiswaan Bahlil yang tidak hanya telah mencoreng nama baik UI, melainkan juga telah melecehkan integritas dan martabat dunia pendidikan dan keilmuan Indonesia.
“Bersihkan UI dari para aktor tamak dan menjadi enabler bagi oligarki tambang,” tegas Melky.
Melky menilai sanksi pembinaan yang diberikan Rektor UI Heri Hermansyah membuktikan iming-iming tambang yang diberikan Bahlil kepada kampus berhasil menyandera akademisi serta menjatuhkan kredibilitas kampus.
“UI kini layak dipandang sebagai institusi pendidikan yang tidak memiliki standar kredibilitas yang tinggi, serta tamak dan berada di barisan pencipta krisis multidimensi akibat operasi tambang,” katanya.
Baca juga: Reaksi Bahlil Soal Antrean LPG 3 Kg Memakan Korban
Keberpihakan Rektor Heri, kata Melky, terlihat saat ia menyamakan kampus yang berbisnis tambang dengan kampus yang mengelola rumah sakit dan perhotelan. Sikap dukungan tersebut dia sampaikan di tengah penolakan sebagian guru besar, mahasiswa dan lembaga riset di bawah naungan fakultas.
Sikap tersebut tak sejalan dengan citra UI yang membangun sebagai kampus hijau dengan membuat UI GreenMetric, sebuah sistem pemeringkatan yang menilai upaya kampus di seluruh dunia dalam mendorong pengelolaan lingkungan berkalanjutan.
“Apabila Heri Hermansyah bersedia jujur, operasi tambang menghasilkan daya rusak yang mengancam keselamatan rakyat di lingkar tambang dan krisis yang tak dapat dipulihkan,” katanya.
Konflik Kepentingan
Melky menegaskan iming-iming bisnis tambang untuk kampus dan organisasi keagamaan justru berhasil menjerat Universitas Indonesia. Terlebih, dua dari empat pimpinan organ UI merupakan pihak yang memiliki kepentingan atas pembagian bisnis tambang di Indonesia.
“Heri Hermansyah sebagai rektor UI memiliki kedekatan dengan perusahaan tambang,” katanya.
Jejak kerja sama tersebut antara lain dengan Petronesea dengan PT Pertamina Hulu Indonesia. Selain itu, Heri memiliki relasi dengan Golkar sejak 2022 ketika FT UI bekerja sama dengan MPR yang diwakili petinggi Golkar Bambang Soesatyo.
Baca juga: Keluarnya AS dari Perjanjian Paris, Menteri Bahlil: Dilema bagi Indonesia
Saat itu, Heri memberikan jaminan kesempatan kepada para anggota MPR dan pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal MPR RI untuk mengambil program pendidikan Magister, sekaligus membuka kesempatan kepada berbagai kalangan di MPR untuk mengambil program profesi insinyur.
Tak hanya itu, konflik kepentingan juga menjangkiti Majelis Wali Amanat yang diketuai Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya yang merupakan Ketua Umum dari PBNU. Hubungan Bahlil dengan PBNU dapat dilacak dari pemberian konsesi tambang untuk ormas keagamaan saat di masa pemerintahan Joko Widodo.
Nama Yahya tercantum di koperasi Produsen Bangkit Usaha Mandiri Nusantara yang sengaja didirikan pada 1 Desember 2022 untuk menambang batu bara. Ia diketahui menjabat sebagai ketua dalam koperasi yang menjadi cikal bakal PT Berkah Usaha Mauamalah Nusantara.
“Perusahaan milik PBNU yang mendapatkan jatah konsesi tambang batu bara eks Bakrie Group seluas 26 ribu hektare di Kalimantan Timur,” katanya.
Baca juga: Politik Berbiaya Tinggi, Bahlil Usulkan Formula Baru Sistem Politik Indonesia
Dalam perusahaan itu, kata Melky, Yahya menjabat sebagai direktur utama sekaligus sebagai pemilik saham dengan jumlah saham ditempatkan sebesar Rp5 juta. Adapun pemilik saham mayoritas PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara adalah Koperasi Produsen Bangkit Usaha Mandiri Nusantara dengan jumlah saham sebesar Rp990 juta.
“Dari pertalian peristiwa tersebut, dengan adanya dua pimpinan tertinggi organ UI yang memiliki konflik kepentingan dalam ruang lingkup dan wewenang Bahlil sebagai Menteri ESDM yang mengatur bagi-bagi tambang, keputusan yang dikeluarkan UI menjadi bias kepentingan,” pungkasnya.