Banner Iklan

JPPI: Hanya Butuh 84 Triliun untuk Biayai Semua Anak di Sekolah Swasta

Sejumlah aktivis dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia berjalan sambil membentangkan spanduk dan poster saat aksi pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (7/7/2024). Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA – Jaringan Pemantau Pendidikan (JPPI) melakukan survey terhadap besaran biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua di wilayah Jadebotabek untuk bisa membiayai anaknya belajar di sekolah swasta. Rata-rata biaya yang dihabiskan sebesar Rp8 juta per anak dalam setahun di jenjang SD-SMA.

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menjelaskan angka itu dapat dijadikan patokan perkiraan standar pembiayaan pendidikan per anak di sekolah swasta.

“Sebab, tarif sekolah swasta sudah disesuaikan dengan komponen pendidikan yang meliputi biaya investasi dan biaya operasional (personalia dan non personalia),” ujar Ubaid, Kamis (1/8).

Jika dihitung secara nasional, imbuh Ubaid, data Kemendikbudristek 2023 menunjukkan jumlah anak di sekolah swasta adalah 10.523.879 anak. Jika ditotal, biaya tambahan yang dibutuhkan untuk membiayai anak di sekolah swasta mencapai Rp84 triliun.

“Kebutuhan ini sangat kecil sekali dibandingkan jumlah anggaran pendidikan yang sangat fantastis 665 triliun. Kita hanya butuh refocusing dan penetuan skala prioritas,” terang Ubaid.

Atas dasar itu, JPPI mengajukan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ke Mahkamah Konsitutusi (MK), tepatnya pasal 34 ayat (2). Gugatan tersebut terdaftar dengan perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 dan saat ini persidangannya sedang berjalan.

Ubaid berharap, gugatan tersebut bisa dikabulkan oleh MK sehingga orang tua siswa tidak perlu lagi pusing untuk memikirkan rebutan kursi di PPDB dan menyiapkan biaya pendidikan yang tidak sedikit.

Pasal tersebut, kata Ubaid, secara tegas menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Yang dimaksud dengan pendidikan dasar adalah jenjang SD dan SMP atau sederajat.

Pemaknaan tanpa memungut biaya dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas, menurut Ubaid, setiap warga negara, berhak mendapat pendidikan dasar tanpa harus membayar biaya pendidikan, termasuk biaya gedung, SPP, buku, seragam, dan biaya lainnya yang berkaitan dengan pendidikan.

“Faktanya, sekolah bebas biaya ini, hanya dimaknai oleh pemerintah dan diterapkan di sekolah-sekolah negeri saja,” ujar Ubaid.

Sementara di sekolah swasta, orang tua dibebani dengan sejumlah pungutan. Hal itu menyebabkan banyak orang tua protes hingga menyebabkan anak putus sekolah, atau memaksa lanjut sekolah tapi diujung kelulusan, ijazah mereka ditahan oleh pihak sekolah karena belum melunasi sejumlah pungutan.

“Kami menilai, tafsir pemerintah atas pasal Pasal 34 Ayat (2) UU sisdiknas jelas bertentangan dengan Pasal 31 UUD 1945 ayat 1 dan 2 yang menyatakan, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan pemerintah wajib membiayainya,” terang Ubaid.

Menurut perhitungan JPPI, 20% APBN untuk pendidikan sangatlah cukup untuk mewujudkan sekolah tanpa dipungut biaya. Tidak hanya di SD-SMP, namun membebaskan biaya sekolah dari SD-SMA, baik di negeri maupun swasta.

“Apalagi, sumber dana pendidikan tidak hanya bergantung pada APBN, tapi juga ada 20% dari APBD,” pungkas Ubaid.

268 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *