apakabar.co.id, JAKARTA – Sepekan sudah KPK menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor tersangka. Jangankan menahannya serupa enam tersangka lain, pemeriksaan pun tak kunjung dilakukan komisi antirasuah.
Juru bicara KPK Tessa Mahardika hanya menjelaskan pemanggilan Sahbirin masih dalam rencana.
“Karena proses penyidikannya juga masih berlangsung. Teman-teman penyidik masih melakukan pemeriksaan saksi maupun proses penggeledahan,” jelas Tessa, Rabu (16/10).
KPK, kata Tessa, memastikan semua yang berkaitan dengan kasus Sahbirin menjalani pemeriksaan. Termasuk istri Sahbirin.
“Tunggu saja. Kita akan update,” jelas Tessa.
Sedangkan untuk penahanan Sahbirin, masih menunggu praperadilan, “Kami menghormati dan siap menghadapi proses praperadilan,” sambung Tessa.
KPK mengimbau pihak-pihak yang akan dipanggil kooperatif. Berkata jujur, tidak berupaya menghilangkan barang bukti, apalagi menghalangi penyidikan.
“KPK mengimbau untuk dapat memberikan keterangan sesuai fakta dan tidak mengganggu proses penyidikan,” tutur Tessa.
Sebelumnya, KPK menetapkan Sahbirin Noor sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Penetapan setelah adanya operasi tangkap tangan (OTT) ke belasan orang di Kalimantan Selatan, 6 Oktober.
KPK menerangkan OTT berkelindan adanya skandal dugaan pengaturan tiga proyek bernilai total Rp54 miliar di Pemprov Kalsel.
Barang bukti Rp12 miliar diduga fee atau hadiah buat Gubernur Kalsel Sahbirin Noor disita KPK. Meski telah tersangka, Sahbirin belum pernah diperiksa apalagi ditahan seperti enam tersangka lain.
Ketua Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman melihat KPK sungguh berlaku tak adil, “KPK dilarang tidak adil,” kata Boyamin dimintai pendapatnya, Rabu sore (16/10).
Bukan sekali KPK berlaku seperti ini. Kata Boyamin, juga pernah terjadi pada kasus dugaan korupsi izin tambang Bupati Kotawaringin Barat, Supian Hadi.
“Bahkan di kasus itu pernah sampai dua tahun. Ujung-ujungnya SP3 [penghentian kasus],” jelas Boyamin.
Sahbirin menghilang. Yang muncul, justru gugatan praperadilannya di Pengadilan Jakarta Selatan. Tapi, Boyamin melihat praperadilan tersebut tak ada kaitannya dengan proses penyidikan.
“KPK tetap berhak melakukan penangkapan. Saat kasus Setya Novanto dulu KPK menangkapnya saat praperadilan,” sambung Boyamin.
Boyamin pun meminta agar KPK agar segera menangkap Birin, “Seharusnya sudah menerbitkan DPO supaya menang langsung praperadilan,” jelas Boyamin.
Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran MA (Sema) Nomor 1 Tahun 2018. Menyatakan bahwa seluruh tersangka yang melarikan diri sehingga masuk daftar pencarian orang (DPO) dilarang mengajukan upaya praperadilan.
“Semoga saja KPK sudah menerbitkan DPO namun belum dipublikasi saja. Jika demikian, KPK tidak perlu pusing bikin jawaban lagi, cukup serahkan bukti DPO ke hakim praperadilan,” pungkas Boyamin.