apakabar.co.id, JAKARTA – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia mencatat sebanyak 11 bahasa daerah di Indonesia telah mengalami kepunahan. Itu terjadi karena tidak adanya penutur bahasa daerah tersebut.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek Hafidz Muksin, saat membuka rakor revitalisasi bahasa daerah Pulau Bangka, Kamis (7/2) malam.
“Kepunahan bahasa daerah ini karena para penuturnya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa daerah ke anak cucunya,” paparnya.
Hafidz membeberkan, kondisi vitalitas bahasa daerah di Indonesia saat ini tergantung dari budaya lokal setempat. Ketika bahasa daerah masih digunakan, maka akan mampu bertahan. Saat ini, setidaknya ada 24 bahasa daerah yang mampu bertahan
“Masih aman atau masih dipakai oleh semua anak dan semua orang dalam etnik sebanyak 24 bahasa daerah,” katanya.
Selain itu ada bahasa daerah dalam kondisi rentan. Kondisi itu ditandai dengan masih adanya generasi tua yang menggunakan bahasa daerah, namun jumlah penuturnya relatif sedikit.
Menurut Hafidz, kondisi demikian ada sebanyak 19 bahasa. Dan yang mengalami kemunduran besar ada sebanyak 3 bahasa daerah.
Juga ada bahasa daerah yang terancam punah dimana mayoritas penutur berusia 20 tahun ke atas dan generasi tua tidak lagi berbicara kepada anak-anak atau di antara mereka sendiri dengan bahasa daerah. Datanya sebanyak 25 bahasa daerah.
Berikutnya ada bahasa daerah dalam kondisi kritis, dimana penuturnya hanya kelompok masyarakat berusia 40 tahun ke atas dan jumlahnya pun sangat sedikit. Mereka yang mengalami kondisi kritis ada 5 bahasa daerah.
“Rata-rata bahasa daerah yang mengalami kepunahan ini terjadi di wilayah bagian timur Indonesia,” paparnya.
Hafidz menuturkan, sebanyak 11 bahasa daerah telah mengalami kepunahan, di antaranya bahasa Tandia di Papua Barat, bahasa Mawes Papua, bahasa Kajeli atau kayeli Maluku, bahasa Piru Maluku, bahasa Moksela Maluku.
Juga bahasa daerah Palumata Maluku, bahasa Ternateno Maluku Utara, bahasa HUKUmina Maluku, bahasa Hoti Maluku, bahasa Serua Maluku dan bahasa Nila di daerah Maluku.
“Situasi di wilayah Timur Indonesia ini, jumlah bahasa daerah banyak, namun penduduknya sedikit, sementara wilayah Barat Indonesia, jumlah bahasa daerahnya sedikit tetapi jumlah penduduknya padat,” jelasnya.